Oleh Wulan Nanda, wartawan SERU.co.id
Malang, SERU.co.id – Masih teringat jelas di kepala saya, 1 Oktober 2022 malam saya sempat melihat grup whatsapp wartawan Malang Raya. Dalam grup tersebut terdapat banyak video dan foto yang memperlihatkan chaos-nya Stadion Kanjuruhan pada saat itu. Namun, dalam vidoe-video amatir tersebut tidak disertakan keterangan jelas apa yang sedang terjadi.
Menurut saya, video tersebut kericuhan bisa yang terjadi karena Arema FC melawan tim rivalnya Persebaya Surabaya. Dimana pada pengalaman saya sebelum-sebelumnya yang menyaksikan sendiri saat meliput pertandingan antara kedua kesebelasan itu. Selalu ada gesekan-gesekan kecil yang tersulut di pertandingan.
Melihat itu, saya tinggalkan HP saya dan bergegas untuk tidur tanpa memikirkan isi dari video tersebut. Namun saat saya bangun di jam subuh, alangkah kagetnya dalam berbagai grup wartawan terdapat percakapan yang menjelaskan isi dari video itu.
Baca juga: Menpora Berharap Tragedi Kanjuruhan Tak Merusak Persepakbolaan Indonesia
Dari berita awal, seingat saya masih puluhan orang yang dinyatakan meninggal dan masih belum banyak kepastian yang jelas, kepastian dari korban masih abu-abu. Tanpa berpikir panjang, saya langsung bergegas bersiap diri dan mendatangi TKP.

Namun, saat saya sampai di jalan poros Provinsi, terdengar jelas suara mobil ambulans berlalu lalang dengan sirene yang menyertainya. Tak berhenti disitu, saat hampir mendekati RS Wava Husada, terdapat mobil-mobil ambulans yang berjejer dengan kompak membunyikan sirenenya menuju ke arah Kota Malang.
Suasananya masih terbayang, di pagi yang masih belum seutuhnya disinari matahari banyak orang yang memadati halaman pintu masuk RS Wava Husada Kepanjen. Dilokasi tersebut saya bertemu dengan teman yang bekerja menjadi presenter di salah satu media televisi nasional. Disaat itu pula dirinya menceritakan, kondisi yang saya lihat saat itu sudah lumayan mending dibandingkan 2-3 jam sebelum saya di rumah sakit tersebut.
Dimana, banyak mayat yang tergeletakan di halaman, lorong rumah sakit, trotoar jalan dan terguyur rintik gerimis. Mengingat banyaknya korban yang berjatuhan dan kapasitas rumah sakit yang tidak dapat menampungnya.
Baca juga: Kapolri Janji akan Mengusut Tuntas Tragedi Kanjuruhan
Selanjutnya saya bergeser ke Polres Malang untuk menggali informasi lainnya, setelah saya bergeser mendapati teman-teman yang lainnya. Raut mukarekan-rekan terlihat lelah dan nampak belum tidur sebelum Kick off BRI liga satu Arema FC menjamu Persebaya Surabaya tersebut hingga berakhir kelam.
Tak jarang juga, nampak beberapa rekan yang masih sedikit bingung karena mereka juga turut menyaksikan tragedi tersebut. Bahkan saat menolong, rekan-rekan wartawan juga menyaksikan korban meregang nyawa.
Saat di dalam stadion Kanjuruhan, terlihat mobil-mobil polisi hancur di lapangan diselimuti rumput hijau itu. Kemudian sampah-sampah berserakan, alas kaki yang kehilangan pasangannya dan juga tuannya tertinggal begitu saja di dalam Stadion Kanjuruhan.

Perjuangan Keluarga Korban
Para keluarga korban yang masih menuntut keadilan bagi korban masih terus berdiri kokoh untuk mendapat yang mereka inginkan. Seperti yang dilakukan Devi Athok, seorang ayah yang kehilangan kedua anaknya NDR dan sang adik MDA sekaligus dalam malam berdarah itu. Dirinya hanya berharap keadilan untuk kedua putrinya.
Pria yang bertempat tinggal di Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang itu juga rela anaknya untuk dilakukan ekshumasi setelah kurang lebih 40 hari dikuburkan. Hal tersebut dilakukan guna membuktikan penyebab kematian dari anak-anaknya lantaran terpapar gas air mata.
Namun hasil autopsi yang telah disampaikan kepada kedua korban yang dilakukan oleh tim forensik yang dipimpin oleh Ketua PDFI Jatim Nabil Bahasuan. Tidak ditemukan kandungan gas air mata pada tubuh NDR dan MDA. Justru ditemukan adanya beberapa rusuk NDR patah serta tulang dada dan rusuk sang adik MDA juga retak itu yang mengakibatkan kedua gadis tersebut meregang nyawa.
Baca juga: Devi Athok Ikhlas Kedua Putrinya Diautopsi Demi Keadilan
“Mari kita buka transparan apakah ada tulang yang memang retak atau patah. Kalau ada karena gergaji atau injakan, kalau gitu, gak perlu lagi dibawa ke lab. Dibedah saja mayatnya kita udah tahu retak apa tidak, kalau retak memang penyebabnya kenapa,” terang Imam, Kuasa Hukum Devi Athok.

Tak berhenti disitu, ayah dari gadis-gadis itu juga melakukan laporan Model B dan menyertakan Pasal 338 KUHP yang turut serta terkandung dalam kejadian tersebut. Langkahnya harus dipatahkan karena, menurut penyelidikan yang dilakukan oleh polisi tidak ada unsur Pasal 338 KUHP.
Hal tersebut tidak menyurutkan perjuangannya dan para keluarga korban lainnya, mereka terus berupaya mencari keadilan dari berbagai jalan. Dirinya berharap, agar secercah harapan untuk keadilan anak-anaknya dan korban lainnya bisa segera terkabulkan.
Kesolidaritasan Para Kera Ngalam
Pasca Tragedi Kanjuruhan menelan 135 nyawa itu, tak sedikit para Aremania dan Aremanita dengan satu komando melakukan berbagai aksi, untuk turut membantu menegakkan keadilan. Berbagai cara dan aksi protes mereka lakukan agar suara-suara mengemis keadilan bisa didengar oleh para pemimpin.
Saat itu, ribuan Aremania menggunakan drecode serba hitam melakukan yang sungguh luar biasa. Seperti pemblokadean jalan poros, kemudian Kamisan, memasang replika keranda dan foto-foto korban di Alun-alun Tugu depan Kantor Balaikota dan DPRD Kota Malang serta banyak lagi.

Hal tersebut mereka lakukan semata-mata guna merawat ingatan 135 nyawa melayang begitu saja di tengah-tengah pertandingan tim kesebelasan kebanggaan warga Malang. Dan meminta keadilan agar ditegakkan seadil-adilnya, serta mengingatkan semua betapa sedihnya dunia persepakbolaan dengan tragedi tersebut.
Baca juga: Peringati 40 Hari Tragedi Kanjuruhan, Aremania ‘Tahlil’ di Stadion Kanjuruhan
Tak hanya Aremania saja, berbagai komunitas juga terketuk pintu hatinya juga turut menyuarakan desakan untuk keadilan 135 korban.
Dampak di Balik Cerita Duka
Tak hanya berdampak kepada keadilan untuk korban saja, peristiwa kelam tersebut juga turut menyentuh perekonomian masyarakat yang mengadu nasib di Stadion Kanjuruhan. Dengan terjadinya Tragedi Kanjuruhan tersebut, membuat pemerintah pusat untuk melakukan pembenahan diri. Salah satunya dengan meningkatkan standart stadion yang menjadi saksi bisu hilangnya 135 nyawa tersebut ditingkatkan sesuai standar FIFA.

Semakin baiknya suatu fasilitas juga bakal dibarengi dengan meningkatnya peraturan yang bakal melekat. Dimana pembatasan jenis jualan yang bakal dijajakan di area stadion dengan radius tertentu.
Baca juga: Peringatan 100 Hari Tragedi Kanjuruhan, Aremania Nyalakan Lilin dan Serahkan Santunan
Hal tersebut membuat sejumlah pedagang makanan yang sudah menyewa ruko Stadion Kanjuruhan harus memutar otak. Karena larangan untuk berjualan makanan di tempat tersebut.
Meskipun masih banyak yang memilih bertahan dan menunggu hasil renovasi Stadion Kanjuruhan rampung. Tak sedikit pula yang gulung tikar bahkan terpaksa memilih pindah lokasi untuk berjualan. (wul/rhd)