• Tuntut transparansi LKM dan sanksi dosen
Malang, SERU.co.id – Sekitar 200 mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma) merangsek memenuhi halaman gedung Rektorat, dan membakar ban bekas, Kamis (5/3/2020) siang. Tak ayal, asap hitam pun mewarnai orasi mahasiswa yang mengajukan mosi tidak percaya itu.
Aksi ini sebagai bentuk sikap protes terkait etika dosen, dan kesewenang-wenangan kebijakan dari Fakultas Hukum Unisma. Sebelum ke halaman Rektorat, para mahasiswa ini melakukan aksinya di Fakultas Hukum pada pukul 08.00 WIB. Sayangnya, semua dosen dan pimpinan fakultas tidak ada. Karena kecewa, mereka pun memutuskan menggelar aksi di halaman Rektorat.
Dalam press release seruan aksi, terdapat 3 poin tuntutan pada deklarasi Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Unisma yang ditandatangani oleh Koordinator Lapangan (korlap) Agung Rizki Lutfi H. Pertama, menyikapi etik dosen dan perilaku yang menyimpang sebagai seorang pendidik, yang semena-mena dalam proses belajar mengajar.
Selanjutnya kedua, menuntut transparansi Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan terkait Latihan Kepemimpinan Mahasiswa (LKM) Angkatan 2019 yang sampai sekarang belum ada kejelasan. Ketiga, meminta pertanggungjawaban Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan atas praktik yang dilakukan dengan dana beasiswa PPA yang diberikan kepada Mahasiswa Fakultas Hukum Unisma periode 2019.
Salah satu perwakilan massa aksi, Suhardin menjelaskan, para mahasiswa meminta transparansi dari Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan terkait LKM angkatan 2019 yang sampai hari ini belum ada kejelasan anggaran sama sekali.
LKM merupakan persyaratan wajib untuk memenuhi yudisium di Unisma. Dimana anggaran yang dibebankan kepada mahasiswa tahun 2019 tidak wajar dan melebihi anggaran yang sebelum-sebelumnya. “Dibebankan tiap mahasiswa sekitar Rp 850 ribu. Kalau dibandingkan tahun kemarin naiknya sangat luar biasa, bahkan tiga kali lipat. Padahal angkatan 2016 LKM itu cuma Rp 150 ribu,” beber mahasiswa semester 8 Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum ini.

Seharusnya mahasiswa LKM juga menerima baju PDH (Pakaian Dinas Harian). Namun hingga saat ini, baju tersebut belum diterima. “Sudah beberapa bulan lewat. Seharusnya pas LKM dilaksanakan, bajunya harus ada, tapi itu nggak ada kejelasan sama sekali,” timpalnya.
Terkait dosen yang melakukan perilaku menyimpang dari kode etik, Suhardin menyatakan, dosen laki-laki tersebut melakukan diskriminasi terhadap mahasiswa. “Dosen itu harusnya menjalankan profesinya memberikan ilmu, bukan melecehkan mahasiswa. Dosen yang bersangkutan sudah melanggar kode etik. Melakukan diskriminasi terhadap mahasiswa dan banyak hal lainnya. Saat proses mengajar dia ngomongnya seenaknya aja. Tidak ada etikanya,” serunya, enggan menjelaskan lebih detail contoh perkataan yang yang dimaksud.
Mahasiswa menilai Unisma adalah salah satu kampus NU di Indonesia, yang mengedepankan kode etik. Terlebih pendiri Unisma ini dari para ulama. “Masa kita menumbuhkan dosen tidak beretika di sini. Ini masalahnya persoalan moral sama etika. Apalagi kita belajar di Fakultas Hukum, dimana kita mencintai keadilan dan kebenaran,” imbuhnya.
Suhardin dan teman-temannya menginginkan pimpinan memberikan sanksi. Namun, apabila belum ditemukan titik terang, mereka sepakat melakukan aksi lanjutan dan berjilid-jilid. Audiensi para mahasiswa dan rektor bersama para dosen berjalan alot hingga sekitar pukul 14.30 WIB, akhirnya deadlock.
Rektor Unisma Prof Dr H Masykuri Bakri MSi menyatakan, pihaknya akan melanjutkan tuntutan mahasiswa ke yayasan. “Kami kan baru mendengarkan hari ini, dan tentunya akan melanjutkan data-data yang ada ke yayasan. Rektor kan bukan eksekutor. Eksekutornya kan ada di pengurus yayasan. Dan itu logis, karena yang mengangkat dosen adalah yayasan, dan yang memberhentikan juga yayasan,” jelas Masykuri, kepada SERU.co.id.
Masykuri menegaskan, pihaknya akan tetap memproses hal ini dan mengirimkan surat ke yayasan, Jumat (5/3/2020) besok. “Kita harus menghargai yang bersangkutan juga, tidak bisa serta-merta. Hukum itu kan juga tidak bisa langsung. Tapi harapan saya nggak perlu dibesar-besarkan,” imbuhnya.
Meski demikian, Masykuri menegaskan, mahasiswa pendemo tidak akan diberikan catatan khusus. “Ndak ada. Kita ini sebetulnya mengapresiasi dari mana saja selama itu memberikan informasi positif kenapa tidak. Cuma kita harus pahami bahwa kita ini punya etika kemanusiaan. Itu aja,” tandasnya. (rhd)