Kota Malang, SERU – SMK PGRI 3 Kota Malang didapuk sebagai tuan rumah pelaksanaan Seminar Internasional bertemakan “Peran Guru BK dalam Pengajaran di Era Revolusi Industri 4.0”, di Aula SMK PGRI 3 Kota Malang, Senin (9/12/2019) siang. Seminar Internasional dalam rangka HUT ke-74 PGRI dan Hari Guru Nasional ke-25 (Keputusan Presiden No 78 Tahun 1994) ini, diinisiasi oleh PGRI cabang Lowokwaru, Kota Malang.
Seminar internasional ini menghadirkan 4 (empat) narasumber. Di antaranya Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Malang, Totok Kasianto, mewakili Ketua PGRI Kota Malang, Dra Zubaidah, MM; Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Siti Masitoh, MPd; Konselor Pendidikan Internasional, Rtn. MPHF. Ayyapparaj Mani, sekaligus British Ambasaddor Education dari Tamil Nadu, India; Koordinator BK dan Pengawas Pendidikan SMK/SMA Kota Malang, Drs G Rachmad Basuki, MPd.

Dalam paparannya, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Malang, Totok Kasianto, mewakili Ketua PGRI Kota Malang, Dra Zubaidah, MM, membawakan materi “Kebijakan Pemerintah Kota Malang untuk Sekolah Ramah Anak.” Dimana harus mengedepankan Pelayanan, Administrasi, Hukum, ditambah Solidaritas.
“Tugas guru dan dinas pendidikan adalah melayani bukan dilayani. Namun harus patuh dengan administrasi yang mengatur. Dalam melakukan prosesnya, harus sadar hukum bahwa semua ada berdasarkan hukum dan konsekuensinya. Semua akan terlaksana dengan baik jika dikerjakan bersama berdasarkan solidaritas,” terang Totok.
Sebagai implementasi program pendidikan karakter, Kota Malang bersinergi dengan KPK untuk menerapkan mata pelajaran yang dapat dijadikan pijakan dalam pendidikan karakter anti korupsi, baik secara Iangsung yaitu Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan secara tidak langsung melalui mata pelajaran yang lain yang relevan dengan materi yang dibahas.
“Implementasi model pendidikan karakter anti korupsi di sekolah, di antaranya model terintegrasi dalam mata pelajaran (intra kurikuler), model terintegrasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan model terintegrasi dalam kegiatan pembiasaan,” tandas Totok.
Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Siti Masitoh, MPd, mengusung materi “Penanganan Anak Didik di Usia Remaja dengan Kompleksitas Masalah Keluarga di Era Disruption”.

Mengutip ajaran Ki Hajar (Marihandono, 2017), Siti Masitoh mengatakan, perilaku guru dalam mendidik anak bangsa menjadi pegangan dan modal utama (sistem among). “Dimana menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar sebagai manusia dan anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Ki Hajar Dewantara). Ternyata konsep ini pernah kita dengar dalam tembang Nang, Neng, Nong, Ning, Gung,” jelas Siti.
Disebutkannya, strategi pendidikan saat ini, diantaranya pendidikan adalah proses budaya agar siswa memiliki jiwa merdeka dan mandiri; membentuk karakter berjiwa nasional; membangun pribadi siswa agar berjiwa pionir-pelopor; dan mengembangkan potensi yang menjadi kodrat siswa. Sementara, grand design Pembangunan Karakter Bangsa (Kemendiknas 2010-2025), yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa (Samani 8: Hariyanto,2017).
Konselor Pendidikan Internasional, Rtn. MPHF. Ayyapparaj Mani, sekaligus British Ambasaddor Education dari Tamil Nadu, India, mengusung materi “Penanganan Konseling Anak Didik dengan Kompleksitas Masalah Keluarga di Era Disruption.”
“Ada banyak permasalahan yang dialami anak-anak dengan menunjukkan perilaku buruknya. Hal itu dilandasi latar belakang anak dari keluarga. Sebagai guru BK, kita ajak komunikasi apa yang diinginkannya dengan korelasi perilaku yang dibuatnya. Setelah mengetahui masalahnya, kita ajak komunikasi keluarganya terkait solusinya,” jelas Aya, sapaan akrabnya.
Koordinator BK dan Pengawas Pendidikan SMK/SMA Kota Malang, Drs G Rachmad Basuki, MPd, mengangkat materi “Penanganan Anak Didik di Usia Remaja dengan Kompleksitas Masalah Pendidikan dan Rumah Tangga di Era Disruption”. Menurutnya, permasalahan kompleks pendidikan tak terlepas dari lingkungan tempat tinggal.
“Tanggung jawab anak bukan semata-mata tanggung jawab sekolah atau guru. Namun keterlibatan dan kerjasama orang tua mutlak diperlukan. Semisal, aturan pengawasan penggunaan gawai. Alih-alih belajar online ruang guru, namun perlu diawasi juga penggunaan situs lain yang tidak berkenaan dengan pembelajaran,” terang Rachmad.