Bendera One Piece: Simbol Perlawanan Gen Z dan Kuasa dalam Kacamata Foucault

Bendera One Piece: Simbol Perlawanan Gen Z dan Kuasa dalam Kacamata Foucault

*)Oleh: Dr. Sholikh Al Huda, M. Fil. I
Direktur Pusat Studi Islam dan Pancasila (PuSIP) &  Ketua Umum Forum Dosen Indonesia (ForDESI)

Di era digital saat ini, kita sering melihat simbol-simbol budaya populer digunakan dalam aksi nyata. Salah satu yang paling mencolok beberapa waktu terakhir adalah bendera bajak laut dari anime One Piece. Namun, apa makna sebenarnya dari simbol ini bagi Generasi Z?

Bacaan Lainnya

Apakah itu hanya ekspresi fandom terhadap karakter favorit? Atau ada sesuatu yang lebih dalam? Mari kita lihat dari kacamata Michel Foucault, seorang filsuf asal Prancis yang banyak membahas soal kuasa, wacana, dan resistensi.

One Piece: Lebih dari Sekadar Anime

Bagi penggemarnya, One Piece bukan cuma cerita bajak laut. Ini adalah kisah tentang kebebasan, perlawanan terhadap ketidakadilan, dan kritik terhadap kekuasaan yang korup. Tokoh utama, Monkey D. Luffy, menolak tunduk pada “Pemerintah Dunia”—sebuah entitas global yang menindas rakyat demi kepentingan segelintir elit.

Ketika Luffy dan kru Topi Jerami mengibarkan bendera bajak laut, mereka tidak sedang merampok atau menjarah, tapi justru menantang sistem yang dianggap salah. Dan di sinilah Gen Z mengambil inspirasi.

Kuasa dan Wacana Menurut Foucault

Michel Foucault punya pandangan menarik soal kuasa. Bagi dia, kuasa bukan cuma soal siapa yang punya senjata atau hukum. Kuasa itu ada di mana-mana, tersebar lewat norma, pendidikan, institusi, bahkan hiburan.

Kuasa bekerja lewat wacana—yakni narasi, pengetahuan, dan simbol yang membentuk cara kita berpikir. Jadi, ketika pemerintah, media, atau lembaga pendidikan menyebarkan narasi tertentu, mereka sedang menjalankan kuasa. Tapi, kabar baiknya: wacana bisa dilawan. Dan di sinilah peran bendera One Piece menjadi menarik.

Bendera One Piece sebagai Simbol Resistensi

Saat Gen Z mengibarkan bendera One Piece di demonstrasi, mural, media sosial, atau bahkan sebagai emoji dan meme, mereka sebenarnya menginterupsi wacana dominan. Mereka bilang: “Kami tidak percaya lagi pada sistem yang kamu jalankan.”

Simbol bendera ini jadi semacam “kode rahasia bersama” yang menyatukan mereka dalam satu pesan: kami adalah generasi yang menolak ketidakadilan.

Menurut Foucault, resistensi tidak harus dalam bentuk kekerasan. Resistensi bisa muncul lewat simbol, gaya hidup, bahkan humor. Maka ketika simbol budaya populer seperti bendera bajak laut dipakai untuk menyuarakan kritik sosial, itu adalah bentuk kuasa tandingan (counter-power).

Antara Hukum dan Keadilan

Salah satu kritik paling kuat dalam One Piece adalah pada sistem hukum yang dianggap tidak adil. Dalam cerita, tokoh-tokoh yang dianggap “jahat” oleh pemerintah justru sering membela rakyat kecil, sementara yang “resmi” dan “berwenang” kerap melakukan pelanggaran HAM.

Foucault menyebut bahwa hukum sering kali digunakan bukan untuk melindungi rakyat, tetapi untuk menjaga stabilitas kekuasaan. Maka ketika Gen Z menggunakan simbol bajak laut sebagai wakil dari keadilan alternatif, itu adalah bentuk pengambilalihan narasi.

Mereka bilang: kami tidak percaya keadilan datang dari atas—kami akan memperjuangkannya sendiri.

Budaya Pop sebagai Alat Politik

Selama ini budaya pop dianggap sebagai hiburan ringan, tidak serius. Tapi Foucault akan bilang: justru di sanalah kuasa bekerja dengan paling halus. Anime, musik, game, dan meme bukan ruang netral—mereka bisa dipakai untuk memperkuat atau menantang kekuasaan.

Ketika Gen Z memilih menggunakan simbol dari anime ketimbang jargon politik lama, mereka sebenarnya sedang menciptakan bahasa politik baru. Mereka lebih nyaman menyuarakan aspirasi lewat tokoh fiksi daripada pidato formal, karena terasa lebih dekat, jujur, dan tanpa kepalsuan.

Politik Identitas dan “Diri” Versi Gen Z

Foucault juga bicara soal bagaimana kuasa membentuk identitas. Kita menjadi siapa yang kita adalah karena norma yang diajarkan: soal gender, agama, profesi, bahkan gaya bicara.

Namun, Foucault juga percaya kita bisa melawan dan membentuk diri sendiri—dengan memilih nilai-nilai dan simbol yang kita yakini. Maka ketika Gen Z memilih bendera bajak laut sebagai bagian dari identitas sosial mereka, itu bukan tindakan remeh. Itu adalah bentuk “praktik diri”, yakni proses menciptakan versi diri sendiri yang otentik dan bebas.

Apakah Ini Sekadar Gaya-gayaan?

Beberapa orang mungkin bilang: “Ah, itu cuma ikut-ikutan. Nggak serius.” Tapi Foucault akan menolak pendapat itu. Ia percaya bahwa tindakan sekecil apa pun punya makna politik. Termasuk pemilihan simbol, gaya berpakaian, cara bicara, atau emoji yang kita pakai di media sosial.

Bagi Foucault, kuasa dan perlawanan tidak selalu terjadi di jalanan atau ruang parlemen. Ia terjadi setiap hari, di sekolah, di ruang digital, bahkan di fandom anime. Jadi, penggunaan bendera One Piece oleh Gen Z adalah bentuk perlawanan yang sah—meskipun terlihat sepele.

Bajak Laut, Tapi Bermoral

Bagi generasi tua, bajak laut mungkin identik dengan kekacauan. Tapi bagi Gen Z yang tumbuh bersama One Piece, bajak laut adalah simbol kebebasan, solidaritas, dan keberanian untuk menentang sistem yang tidak adil.

Dan dalam dunia yang terus diawasi, dikontrol, dan diatur oleh berbagai bentuk kuasa, membawa bendera bajak laut adalah pernyataan bahwa mereka masih punya suara, dan bahwa mereka tidak akan diam.

Foucault mungkin tidak menonton anime. Tapi ia pasti tersenyum melihat bagaimana Gen Z mengubah simbol fiksi menjadi alat resistensi nyata. (*)

 

Pos terkait