Jakarta, SERU.co.id – Usulan Kota Surakarta (Solo) menjadi daerah istimewa menuai beragam respons. Menteri Dalam Negeri menegaskan penetapan status tersebut harus melewati kajian ketat dan perubahan undang-undang. Sementara sejumlah anggota DPR RI memperingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan yang berpotensi memicu ketidakadilan antarwilayah.
Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian menegaskan, penetapan status daerah istimewa tidak bisa serta-merta dan harus melalui kajian komprehensif.
“Namanya usulan boleh saja, tapi nanti akan kami kaji. Ada kriterianya. Apa alasannya untuk menjadi daerah istimewa,” seru Tito di Jakarta, Jumat (25/4/2025).
Mantan Kapolri ini mengingatkan, perubahan status suatu wilayah menjadi daerah istimewa bukan keputusan administratif biasa. Proses tersebut melibatkan perubahan undang-undang.
“Kami di Kemendagri hanya mengkaji, nanti tetap harus dibawa ke DPR. Karena pembentukan atau perubahan status daerah berbasis undang-undang,” lanjut Tito.
Tito juga membedakan, usulan daerah istimewa dengan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Jika DOB saat ini masih dalam status moratorium sejak 2014, penetapan daerah istimewa justru menuntut perubahan hukum yang lebih kompleks dan berlapis.
Respons skeptis datang dari Komisi II DPR RI. Anggota Komisi II, Ahmad Doli Kurnia, meminta pemerintah berhati-hati dalam mempertimbangkan usulan Solo sebagai daerah istimewa.
“Pemerintah harus sangat matang mempertimbangkan ini. Kalau tidak ada urgensinya, lebih baik jangan diputuskan,” tegas Doli.
Doli mempertanyakan, dasar pengusulan tersebut. Ia menilai, status daerah istimewa selama ini hanya berlaku di tingkat provinsi, bukan kabupaten/kota.
“Kalau hanya tingkat kota, tidak dikenal istilah daerah istimewa. Pertanyaannya, daerah istimewa apa yang dimaksud? Latar belakangnya apa?,” tukas Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Senada, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima juga menolak usulan tersebut. Menurutnya, Kota Solo sudah berkembang pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan dan industri.
“Tidak perlu lagi label ‘istimewa’ untuk mendorong pertumbuhannya. Solo hari ini sudah menjadi kota besar yang maju. Tidak ada urgensinya untuk diistimewakan,” ujar Aria.
Ia mengakui, Solo punya catatan sejarah kuat, terutama dalam perlawanan terhadap penjajah dan kekayaan budaya. Namun, ia memperingatkan, pemberian status istimewa bisa memicu ketidakadilan daerah lain jika tidak dikaji dengan bijak.
“Jangan sampai ada kesan daerah lain dianaktirikan hanya karena faktor politis atau historis tertentu,” tandas politisi PDIP ini.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik menyebut, selain Solo, ada 6 daerah lain yang juga mengusulkan status istimewa. Daerah tersebut tersebar di Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Tengah.
Meski demikian, Akmal tidak merinci detail kota atau kabupaten mana saja yang mengajukan usulan tersebut.
“Datanya ada di kantor. Tapi prinsipnya, siapa saja boleh mengusulkan. Sementara itu, jumlah usulan pembentukan provinsi baru juga membengkak menjadi 42 proposal,” tandasnya. (aan/mzm)