Jakarta, SERU.co.id – Kejaksaan Agung menegaskan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, harus segera dieksekusi sesuai putusan. Silfester dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dalam kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK). Namun Silfester mengklaim telah berdamai dengan Jusuf Kalla.
Silfester dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Kejagung menegaskan, tidak ada alasan untuk menunda penahanan tokoh relawan Presiden Joko Widodo tersebut.
“Harus dieksekusi, harus segera (ditahan), kan sudah inkrah. Kita enggak ada masalah semua,” seru Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, dikutip dari MetroTV, Selasa (5/8/2025).
Silfester Matutina dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung melalui putusan nomor 287 K/Pid/2019 yang dibacakan pada 20 Mei 2019. Ia terbukti melanggar Pasal 311 Ayat 1 dan Pasal 310 Ayat 1 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Kasus ini berawal dari orasi Silfester saat aksi demonstrasi di depan Gedung Mabes Polri pada 15 Mei 2017. Dimana ia menyebut Jusuf Kalla sebagai akar permasalahan bangsa. Ia juga menuding menggunakan isu rasis dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan–Sandiaga Uno.
“Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla. Kita miskin karena orang-orang seperti JK yang korupsi dan hanya memperkaya keluarganya,” ucap Silfester dalam orasi tersebut.
Pernyataan itu memicu kemarahan sejumlah warga, terutama dari kampung halaman JK di Sulawesi Selatan. Meskipun awalnya Jusuf Kalla tak berniat menempuh jalur hukum. Namun desakan keluarga dan masyarakat akhirnya membuat laporan dilayangkan melalui kuasa hukumnya, Muhammad Ihsan.
Sementara itu, Silfester mengklaim, telah berdamai dengan Jusuf Kalla. Bahkan, ia menyebut, sudah bertemu JK beberapa kali dan hubungan mereka kini baik.
“Mengenai urusan hukum saya dengan Pak JK, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Saya beberapa kali bertemu dengan beliau dan hubungan kami sangat baik,” ujar Silfester.
Namun, kendati mengklaim telah berdamai, proses hukum tetap berjalan hingga tingkat kasasi. Silfester juga menegaskan, orasinya saat itu dilakukan secara spontan dan tidak mengandung niat jahat.
“Saya hanya diminta jadi orator dan menyampaikan apa yang teman-teman sampaikan. Tidak ada unsur kebencian atau mens rea, itu hanya sekali dan tidak ada tendensi,” katanya.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik setelah pakar telematika Roy Suryo mendesak Kejari Jakarta Selatan segera mengeksekusi putusan MA. Ia menilai, tidak semestinya vonis yang sudah inkrah dibiarkan tanpa eksekusi. (aan/mzm)