Jakarta, SERU.co.id – Film dokumenter berjudul Dirty Vote tayang di kanal Youtube baru-baru ini dengan mengungkap berbagai bentuk skandal dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Ahli hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari muncul dalam dokumenter yang tayang pada Minggu 11 Februari 2024 ini.
Film yang berdurasi selama 1 jam 57 menit 21 detik ini menunjukkan berbagai fakta dan data kecurangan dalam Pemilu. Zainal Arifin mengungkapkan adanya wacana Pemilu dalam satu putaran saja. Menurutnya, jika Pemilu digelar dalam dua putaran, maka akan merugikan paslon nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka karena bisa berpotensi kalah.
“Kembali pertanyaannya soal mengapa satu putaran? dua putaran itu membuat risiko kekalahan bagi orang yang sedang memimpin itu menjadi besar,” seru Zainal.
Baca juga: Geram Unisma Demo Kejelasan Kuota Data Hingga SPP
Zainal mengatakan, pertarungan Pemilu sering kali melahirkan dikotomi atau terbagi menjadi dua kelompok. Di Indonesia, dikotomi ini sering kali menjadi serangan balik bagi pasangan yang menang di putaran pertama.
“Tetapi yang terjadi adalah putaran kedua keadaan tersebut berbalik, mengapa berbalik? karena bersatunya kekuatan pengkritik atau bersatunya kekuatan yang melawan orang yang paling teratas,” ujarnya.
Karena inilah, pasangan nomor urut dua kerap mengklaim memenangkan hasil survey dengan lebih dari 50% suara. Menurut Zainal, pihak nomor urut dua memiliki kepercayaan tinggi untuk memenangkan Pemilu dalam satu putaran.
Selain itu, Feri Amsari menyebut semua kecurangan Pemilu tidak dibuat dalam semalam dan tidak sendirian. Ia menuturkan, kecurangan Pemilu terstruktur secara sistematis dan disusun oleh mereka yang berkuasa selama 10 tahun terakhir.
“Sebagian besar rencana kecurangan yang terstruktur sistematis dan masif untuk mengakali Pemilu ini sebenarnya disusun bersama dengan pihak-pihak lain. Mereka adalah kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama,” kata Feri.
Baca juga: The Social Dilemma: Bagaimana Data Pengguna Social Media Digunakan
Lebih lanjut, Bivitri menyebut skenario seperti ini bukan rencana yang tergolong hebat. Hal seperti ini sudah pernah terjadi di rezim-rezim sebelumnya.
“Tapi sebenarnya ini bukan rencana atau desain yang hebat-hebat amat skenario seperti ini dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara dan sepanjang sejarah,” pungkasnya. (hma/rhd)