MK Putuskan Pemilu Serentak Lima Kotak Dihapus Mulai 2029

MK Putuskan Pemilu Serentak Lima Kotak Dihapus Mulai 2029
MK putuskan penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Daerah dipisah mulai 2029. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum akan dipisahkan antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mulai Tahun 2029. Keputusan ini sekaligus mengakhiri sistem Pemilu serentak lima kotak yang selama ini berlaku. Kemendagri menyatakan akan mempelajari putusan ini secara menyeluruh.

MK menilai, pemisahan waktu pelaksanaan antara pemilihan anggota DPR, DPD dan Presiden/Wakil Presiden (Pemilu Nasional) dengan pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah (Pemilu Daerah) akan menciptakan Pemilu lebih berkualitas. Fokus utama adalah menyederhanakan proses bagi pemilih dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan kedaulatan rakyat.

Bacaan Lainnya

“Dengan pemisahan ini, Pemilu tidak lagi menjadi agenda rumit. Khususnya menuntut pemilih untuk mencoblos lima surat suara dalam satu hari,” seru Wakil Ketua MK, Saldi Isra, dikutip dari situs resmi Mahkamah Agung, Jumat (27/6/2025).

Mahkamah juga menyoroti dampak tumpang tindih antara Pemilu nasional dan daerah. Rentang waktu yang berdekatan menyebabkan perhatian publik lebih tersedot pada isu-isu nasional. Hal ini membuat isu pembangunan daerah sering kali terabaikan.

“Masalah pembangunan provinsi dan kabupaten/kota seharusnya tidak boleh tenggelam oleh hiruk-pikuk politik nasional,” ujar Saldi.

baca juga: Dilarang Menyimpan Kotak Suara di Kantor Desa Jelang Pencoblosan

Hakim Konstitusi, Arief Hidayat menambahkan, jadwal Pemilu yang berdekatan juga menyulitkan partai politik mempersiapkan kadernya secara ideal. Hal ini membuka ruang bagi politik transaksional.

“Partai cenderung merekrut kandidat berdasarkan popularitas ketimbang kapasitas dan ideologi. Kondisi ini mengarah pada pelemahan pelembagaan partai politik,” jelas Arief.

MK turut menilai, beban kerja berat bagi penyelenggara Pemilu saat seluruh pemilu digabung dalam waktu berdekatan. Selain mengancam kualitas penyelenggaraan, juga menimbulkan periode menganggur yang panjang bagi penyelenggara karena hanya aktif intens selama dua tahun.

“Hal ini membuat masa jabatan penyelenggara menjadi tidak efisien,” tambah Arief.

Dari sisi pemilih, MK menilai, Pemilu serentak dengan terlalu banyak kandidat membuat masyarakat jenuh dan kehilangan fokus. Ini menurunkan kualitas pemilu dan partisipasi yang seharusnya menjadi perwujudan kedaulatan rakyat.

Mahkamah tidak menetapkan tanggal pasti, tetapi mengatur skema waktu baru. Pemilu Nasional (DPR, DPD, Presiden/Wapres) tetap digelar serentak. Sementara Pemilu Daerah (DPRD, Gubernur, Bupati/Walikota) dilaksanakan paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden/Wapres atau DPR/DPD.

Untuk masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2024 dan DPRD hasil Pemilu 2024, MK menyerahkan pengaturannya kepada pembentuk undang-undang melalui rekayasa konstitusional. Hal ini penting untuk memastikan tidak terjadi kekosongan jabatan atau kekacauan transisi kekuasaan.

baca juga: MK Tolak Gugatan Usia Maksimal Capres 70 Tahun dan Bersih Pelanggaran HAM

Menanggapi putusan MK, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya menyatakan, pemerintah akan mempelajari putusan ini secara menyeluruh. Khususnya dalam konteks revisi Undang-Undang Pemilu yang saat ini sedang berlangsung.

“Putusan MK pasti menjadi pertimbangan penting. Ini juga sejalan dengan masukan yang sebelumnya kami terima dari akademisi dan masyarakat sipil,” ujar Bima. (aan/mzm)

Pos terkait