
Prof Dr Sucipto STP MP
Prof Dr Sucipto STP MP, dikukuhkan sebagai Profesor aktif ke-25 di FTP dan ke-205 di UB. Serta Profesor ke-366 dari seluruh Profesor yang telah dihasilkan UB
Prof Dr Sucipto STP MP dikukuhkan sebagai Profesor bidang Ilmu Sistem Mutu dan Halal pada Fakultas Teknologi Pertanian. Ia mengembangkan Halalan-Thoyyiban Assurance System (HTAS) yang mengintegrasikan jaminan halal, aman, dan kualitas berbasis aspek teknologi dan manajemen, didukung infrastruktur mutu nasional.
Menurut Prof Sucipto, konsep HTAS semestinya diterapkan pada level produsen pangan untuk menjamin produknya dikategorikan sebagai produk halal. Pada level produsen konsep ini memunculkan dua fungsi.
“Pertama, fungsi teknologi untuk identifikasi, mengontrol status halal, aman, dan kualitas pangan sepanjang rantai pasok dan melaporkan ke sistem secara transparan, cepat, akurat. Kedua, fungsi manajerial perlu desain, pengendalian, dan peningkatan jaminan halal, aman, dan kualitas pangan didukung kebijakan dan strategi manajerial dari pucuk pimpinan organisasi,” rinci Prof Sucipto.
Dari lingkungan luar usaha, konsep HTAS perlu ditopang infrastruktur mutu nasional, sehingga dapat dipercaya dan memuaskan konsumen. Regulasi yang baik dan konsisten, serta lembaga sertifikasi yang terpercaya sangat penting. Berbagai riset penunjang HTAS diperlukan untuk menguatkan HTAS pada produsen pangan dan infrastruktur penunjangnya di skala nasional.
Baca juga: UB Raih Penghargaan Badan Publik Informatif Lima Tahun Berturut-Turut
Fungsi teknologi di produsen sangat penting untuk menjamin pangan halalan thoyyiban. Teknologi ini perlu disesuaikan skala dan kemampuan usaha pangan, baik usaha mikro, kecil, menengah, maupun besar. Integritas HTAS dapat diperkuat dengan pilihan teknologi traceability pendukung transparansi jaminan pangan.
“Salah satunya, Radio Freguency Identification (RFID) untuk menjamin keamanan pangan dan meningkatkan efisiensi rantai pasok,” imbuhnya.
Sebagai contoh, teknologi RFID dapat melacak dan mendata produk selama distribusi dan memastikan produk halalan thoyyiban diterima konsumen. Di Indonesia teknologi ini belum banyak diterapkan pengusaha dari RPH sampai pasar.
“Namun bila bicara terkait halal, tidak terlepas dari budaya masyarakat. Di sisi lain, halal culture masih terbatas. Jika halal belum menjadi budaya perusahaan dan pekerja, maka implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) menjadi keterpaksaan terhadap regulasi,” tandasnya. (rhd)