Ditambahkan dr Eriko, kejadian tersebut hanya menimpa 1 (satu) kelas dari total 3 (tiga) kelas yang diikuti 760 Maba. Kejadian menjelang berakhirnya kelas yang dilaksanakan mulai pukul 07.30-15.30.
“Pulangnya jam 16.00, menjelang pulang inilah terjadi. Kami mungkin salah dalam penerapan antara saat luring dan daring, dan seharusnya ada penyesuaian antara SMA/MA dengan di perguruan tinggi. Untuk itu, kami evaluasi dulu,” tandasnya.
Senada, Staf ahli Wakil Dekan III FKUB, dr Hikmawan menyatakan, dalam istilah medis disebut konversi, dengan reaksi menangis, berteriak, mengomel hingga kejang-kejang. Dampaknya, Maba terlihat capek secara fisik dan psikis, sehingga ada ketidakmampuan mengelola emosi.
“Dipicu oleh luar, bukan kesurupan, tidak ada kaitan supranatural. Tapi reaksinya memang bermacam-macam. Dalam teori induksi, orang lain ikut terpengaruh atau trans,” tandasnya. (rhd)
Baca juga:
- Mbak Ulfi Bantu Ringankan Beban Keluarga Penderita Tumor Melalui Ambulan Berantas Gratis
- Polisi Ringkus Pengedar Narkoba dan Temukan 20,41 Gram Sabu di Rumah Kontrakan
- Babinsa Tunggulwulung Monitoring Proses Penggilingan Padi UD. Sumber Rejeki
- Kodim 0833/Kota Malang Karya Bakti di SD Kartika IV-6 dan SD Kartika IV-7
- Seorang Pria Tua Ditemukan Tewas di Aliran Sungai Daerah Lowokwaru