Malang, SERU.co.id – Pengrajin dupa di Dusun Bedali, Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir merasa lesu saat menjelang Hari Raya Imlek Tahun 2022 ini. Salah satunya pengrajin dupa bernama Giman mengaku, sejak adanya Covid-19, konsumennya di Bali kini banyak yang memesan dupa dari pengrajin pulau Dewata sendiri.
Di Bali sendiri kini mulai bermunculan rumah produksi dupa. Untuk itu, pemesanan dupa dari Giman sendiri menurun.
“Di sana sudah mulai banyak mesin sudah banyak orang bikin dupa. Biasanya Galungan, Nyepi, Imlek. Tapi sejak adanya Covid-19 ya biasa aja,” ujarnya ditemui di rumahnya, Minggu (30/1/2022).

Untuk itu, Giman harus memutar otak agar lapaknya tidak tutup karena sepi pesanan. Inovasi dimunculkan. Sebelumnya Giman hanya memproduksi dupa mentah atau setengah jadi. Tetapi, kini dia mulai membuat dupa yang sudah dicampur dengan aroma pewangi.
Wewangian dupanya sendiri beragam, yakni wangi bungai melati, jasmin, cempaka hingga cendana. Semua diproduksi oleh Giman dengan harga relatif terjangkau mulai dari Rp 7 ribu hingga Rp 25 ribu per renteng. Beberapa tahun lalu, tepatnya 2017 kalau gak salah saya mulai mencoba membuat dupa pewangi. Tapi baru sukses tahun lalu. Saya harus belajar membaca karakter minyak pewangi dan mengikuti kemauan pasar,” katanya.
Untuk meranbah pasar yang lebih luas, Giman pun memasarkan produk dupanya secara daring atau lewat dunia maya.
“Karena kalau tetap konvensional saya rasa sulit berkembang dengan zaman yang serba online ini,” tutur dia.
Beberapa tahun lalu sendiri Desa Dalisodo merupakan sentra pembuatan dupa. Banyak warga di desa tersebut menjadi pengerajin dupa.Terlihat memang di beberapa rumah di desa tersebut masih nampak dupa yang dikeringkan di halaman rumah warga. Namun pandemi Covid-19 merubah semua.
Sekretaris Desa Dalisodo, Abdul Kholik mengungkapkan, di desanya dulu ada 32 rumah produksi dupa. Tapi tahun ini hanya delapan rumah produksi yang bertahan memproduksi dupa.
“Sekarang mereka berhenti karena pesanan yang merosot itu. Beberapa ada yang beralih menjadi petani, peternalk sapi dan bekerja bangunan,” kata Abdul, Minggu (30/1/2022).
Abdul mengenang sebelum adanya pandemi Covid-19, di Desa Dalisodo yang sejak 2001 terkenal akan produksi dupanya mampu mengirim hingga 16 ton dupa dalam satu minggu. Dia pun mengaku senang, karena warganya sejahtera. Perputaran uang cukup bagus kala itu.
“Waktu ramai-ramainya dulu perekonomian sekitar Rp 1 miliar per bulan yang berputar di desa ini,” kenangnya.
Dia pun sebenarnya sudah menawarkan solusi agar seluruh rumah produksi dupa yang masih ada untuk menjaga stabilitas harga dupa. Caranya adalah fengan mengusulkan para pengrajin untuk membuat sistem penjualan lewat Badan Usaha Milim desa atau BUMDes.
Harga dupa sendiri menurutnya menjadi salah satu faktor yang membuat rumah produksi di Desa Dalisodo memilih tutup karena persaingan harga yang cikup ketat.
“Para pengerajin dupa memilih berjalan sendiri-sendiri sayangnya. Sebenarnya ada persaingan di antara mereka, memilih murah-murahan harga. Itulah salah satu faktor yang membuat para pengerajin tutup,” pungkasnya. (bob/mzm)
Baca juga:
- JNE Kurban 74 Sapi dan 139 Kambing, Berbagi Beragam Promo Spesial
- Citilink Garuda dan Lion Air Beri Diskon Tiket Pesawat hingga 31 Juli 2025
- Bahlil Lempar Bola dan Tuding Pihak Asing Terkait Polemik Tambang Raja Ampat
- Polinema Sembelih 7 Sapi dan 6 Kambing, Bagikan 600 Paket Daging Kurban
- Pusip Dukung Kejati Usut Tuntas Korupsi Dana Hibah SMK Di Jawa Timur