Lamongan, SERU.co.id – Kebijakan Pemerintah melalui Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (RI) terkait impor beras 1 juta ton yaitu untuk cadangan beras pemerintah sebesar 500.000 ton dan untuk kebutuhan Bulog 500.
000 ton mendapat reaksi keras dari Anshori anggota DPRD Lamongan.
“kalau kita mengacu kebutuhan pangan secara nasional pada tahun 2020, maka kebutuhan pangan nasional yaitu 31-32 juta ton. Sedangkan produksi beras tahun 2021 di perkirakan sejumlah 30 juta ton, dan sisa stock beras pada tahun 2020 masih ada 6 juta ton, artinya pemerintah tidak perlu impor beras karena masih ada kelebihan ketersedian beras sekitar 4-5 juta ton,” tutur Anshori. Selasa (9/3/2021).
“Kebijakan impor ini tentu akan membawa dampak terkait rusaknya harga padi di kalangan petani, apalagi saat ini di Lamongan musim panen,
harga padi saat ini hanya sekitar 3800 tentu dengan harga segitu petani mengalami kerugian di bandingkan biaya tanam, perawatan dan panen, apalagi kemarin petani juga baru terkena dampak kenaikan harga pupuk.” Tambahnya.
“Tentu saya menolak keras kebijakan impor beras ini, Lamongan mayoritas petani, penyumbang produk domestik regional bruto (PDRB)terbesar itu sektor pertanian, dan produksi padi Lamongan itu tertinggi di Jawa timur dan nomer tiga nasional, dampak impor beras tentu sangat di rasakan masyarakat Lamongan.” Tegas Anshori Politisi Partai Gerindra ini.
Lebih lanjut Anshori sekretaris komisi B yang membidangi bidang perekonomian menghawatirkan bahwa ke depan petani ini akan beralih pekerjaan lain karna pertanian di pandang tidak menguntungkan, padahal kita ketahui masyarakat Lamongan mayoritas petani.
Selanjutnya Anshori politisi asal kecamatan Turi ini menyampaikan, “langkah yang tepat yang harus di lakukan oleh pemerintah adalah memaksimalkan Bulog menyerap pembelian padi atau beras, apalagi sekarang musim panen, jadi tidak perlu melakukan impor beras.” Pungkasnya. (Fiq)