Malang, SERU.co.id – Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) membuat desain inovasi alat penetas telur (inkubator), yang dapat dikendalikan dari jarak jauh melalui smartphone bernama ACTOR (Smart Egg Incubator). Actor rencananya akan diujicobakan untuk Peternakan Pancamurti milik Agus Wahyudi di Tlogomas.
Sebagai peternak ayam kampung, Agus selama ini mengeluhkan kinerja mesin inkubatornya yang hanya bisa menghasilkan 4.000 DOC (Day Old Chick/anak ayam umur sehari) per minggu. Padahal permintaan pasar mencapai sebesar 20.000 DOC/(per minggu).
Untuk meningkatkan produktivitas itu, empat mahasiswa UB masing-masing Panji Ageng P.W (FAPET) bersama Lilin Putri Jasmine (FAPET), Sarapendi Sabilla (FAPET), Muhamad Ilham (F.Teknik), dan Muhammad Asyrof (F.Teknik), mendesain inkubator telur yang dilengkapi dengan otomatisasi suhu dan kelembaban. Inkubator tersebut didesain agar bisa meningkatkan produktivitas DOC sebesar 10% atau 450 DOC per minggunya.
“Otomatisasi suhu dan kelembaban dipantau lewat smartphone, artinya jika saat malam atau hari libur, bagian piket tidak harus ke bagian penetasan. Tetapi dapat memantau dari mana saja melalui smartphone,” jelas Panji, Ketua tim Actor.
Panji menambahkan, alat ini juga bisa diterapkan pada peternak skala kecil karena harganya terjangkau. Selain itu, karena terhubung dengan smartphone, peternak bisa mengontrol kinerja mesin tetasnya, walaupun sedang berada diluar.
“Otomatisasi mesin tetas/inkubator dilakukan melalui modifikasi, agar otomatisasi suhu dan kelembaban dapat dilakukan dengan memanfaatkan sensor DHT11. Panas dari bohlam lampu akan menaikkan suhu didalam inkubator. Disaat suhu sudah mencapai titik tertentu, maka sensor DHT11 akan mengirimkan sinyal kepada microcontroller yang selanjutnya akan mematikan lampu, agar suhu kembali turun,” beber Panji.
Mahasiswa Fapet angkatan 2018 tersebut menambahkan, untuk memonitor alat cukup dengan smarthphone. Dengan bantuan Wemos D1 yaitu modul berbasis WiFi yang dapat diprogram menggunakan software IDE Arduino. Seperti halnya NodeMCU, maka suhu dan kelembaban terpantau melalui programing. Sehingga dapat melihat kondisi mesin tetas secara realtime.
Selain indikator suhu dan kelembaban, otomatisasi mesin tetas sederhana ini juga dilengkapi sistem rak geser yang memungkinan pembalikan telur bisa dilakukan otomatis.
“Pembalikan telur konvensional memerlukan tenaga manusia dan menyebabkan tutup inkubator sering dibuka. Karena sering dibukanya tutup Inkubator, maka terjadi perubahan suhu didalam kandang yang pada akhirnya bisa menurunkan daya tetas telur. Alat yang kami desain ini bisa menimalisir perubahan/fluktuasi suhu akibat sering dibuka tutupnya mesin tetas,” imbuh Panji.
Panji bersama timnya berharap, melalui Inkubator tersebut banyak peternak kecil yang bisa meraup keuntungan di bidang perunggasan. (rhd)