Malang, SERU.co.id – Komisi B DPRD Kota Malang menyoroti wacana revitalisasi dua pasar utama di Kota Malang, yakni Pasar Besar dan Pasar Blimbing. Wacana dinilai tak kunjung ada kepastian, hingga pihaknya mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Malang berani mengambil langkah tegas.
Ketua Komisi B DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji mengungkapkan, saat ini bola sudah sepenuhnya berada di tangan Pemkot Malang untuk menyelesaikan persoalan. Khusus untuk Pasar Besar, kendala utama masih adanya dualisme di kalangan pedagang, terutama kelompok yang menolak revitalisasi.
“Pemkot Malang perlu melakukan pendekatan yang lebih intensif terhadap pedagang, khususnya yang menolak revitalisasi. Langkah ini diharapkan mampu mendorong kesepakatan untuk pengajuan ke pusat,” seru Bayu, Kamis (18/9/2025).
Bayu menjelaskan, upaya mewujudkan revitalisasi tidak bisa hanya mengandalkan APBD. Apalagi dengan kondisi transferan pusat ke daerah yang menurun, tentu pilihan paling realistis adalah melalui PAPBD atau APBN.
“Semua syarat administratif seperti Amdal, Andalalin dan sebagainya sudah dipenuhi semua tahun ini. Sekarang tinggal bagaimana Pemkot menyelesaikan komunikasi dengan pedagang,” ungkapnya.
Sementara untuk Pasar Blimbing, Bayu menegaskan, DPRD Kota Malang telah merekomendasikan pemutusan perjanjian kerja sama dengan pihak investor. Menurutnya, tinggal keberanian dari Wali Kota untuk mengeksekusi rekomendasi tersebut.
Terkait hal ini, Bayu mengaku optimistis Wali Kota Malang akan bertindak tegas. Pasalnya, Wali Kota Malang dinilai menunjukkan kesiapan saat pembahasan dalam rapat paripurna.
“Saat rapat paripurna kemarin, kami melihat ada sinyal kesiapan, meski Pak Wali tidak secara eksplisit menyampaikan kapan. Saya yakin beliau akan bergerak. Beliau tidak punya beban masa lalu, karena perjanjian ini dibuat tiga periode kepemimpinan sebelumnya,” jelasnya.
Lebih jauh, Bayu menanggapi potensi risiko hukum apabila pemutusan perjanjian berujung ke pengadilan. Ia menyatakan, DPRD Kota Malang siap menghadapi kemungkinan tersebut.
“Kalau sampai ke pengadilan, ya tidak apa-apa. Misalnya Pemkot kalah, ya ganti rugi. Itu kan uang masyarakat. Setidaknya ada kepastian hukum,” tegasnya.
Menurutnya, hal itu lebih baik daripada menunggu puluhan tahun lagi, sehingga harus selesaikan sekarang. Investor pun tidak mungkin mau membangun kembali kalau hanya tersisa 15 tahun masa kerja sama.
Politisi PKS itu mencontohkan, kasus cucian mobil di Exit Tol yang diselesaikan melalui pengadilan. Jalur hukum dinilai jauh lebih jelas dibandingkan negosiasi informal yang justru bisa berujung masalah baru.
“Kalau lewat pengadilan, kan selesai. Daripada kita negosiasi di bawah tangan yang tidak jelas dan bisa jadi masalah terus menerus. Ini tidak akan selesai kalau tidak ada keberanian untuk mengambil keputusan,” pungkasnya. (bas/rhd)