Malang, SERU.co.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang menyerap keluhan masyarakat terkait layanan BPJS Kesehatan yang dinilai merugikan. Pihaknya memastikan, aspirasi masyarakat akan disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) BPJS Kesehatan.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat mengungkapkan, pihaknya telah menerima beragam keluhan masyarakat. Kendati demikian, pelaksanaan regulasi sepenuhnya berada di tangan BPJS Kesehatan.
“Kami terus menjalin komunikasi untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Saat ini BPJS Kesehatan sudah merespons keluhan-keluhan yang ada,” seru Wahyu, Jumat (12/9/2025).
Orang nomor satu di jajaran Pemkot Malang itu menjelaskan, Kantor Pusat BPJS Kesehatan mengagendakan rakornas. Dalam kesempatan tersebut, setiap kantor cabang dapat menyampaikan aspirasi masing-masing.
“Dari BPJS Malang, ada Pak Yudi yang akan menyampaikan langsung terkait keluhan-keluhan yang disampaikan dalam rapat fraksi. Karena ini kan dari pihak BPJS Kesehatan yang memiliki kewajiban melihat bagaimana kinerja rumah sakit,” ungkapnya.
Wahyu juga menjelaskan, Pemkot Malang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat yang dibiayai melalui program UHC (Universal Health Coverage). Ia berharap, BPJS Kesehatan dapat memberikan solusi dan arahan yang jelas kepada rumah sakit, agar pelayanan dapat berjalan optimal.
“Kami selalu berjalan beriringan. Apabila ada keluhan terkait BPJS Kesehatan, kami sampaikan dan mereka yang akan bertindak,” ujarnya.
Ia menegaskan, rumah sakit sebagai penerima dana dari BPJS Kesehatan harus menjalankan ketentuan yang berlaku. Sementara itu, sebagai perwakilan masyarakat Kota Malang, pihaknya juga berkewajiban memberikan masukan kepada BPJS apabila terdapat keluhan pelayanan di rumah sakit.
“Dengan adanya koordinasi ini diharapkan sudah ada solusi dari BPJS Kesehatan. Dengan arahan yang tepat, regulasi dapat ditegakkan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Kota Malang terus meningkat,” tuturnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi menyoroti banyaknya keluhan terkait layanan pasien BPJS Kesehatan di rumah sakit. Mulai dari pembatasan masa rawat inap hingga rumitnya prosedur masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD) yang sering kali merugikan pasien dan keluarganya.
“Masyarakat rutin membayar iuran, bahkan secara mandiri, namun saat pemeriksaan ternyata belum memenuhi standar BPJS yang ada. Jadi, yang perlu diperbaiki adalah standar BPJS Kesehatan itu sendiri,” tuturnya.
Arief menekankan, perlu kearifan lokal yang mengedepankan saling pengertian antara BPJS dan rumah sakit. Ia berkaca dari pengalamannya menjenguk pasien yang dirawat di rumah sakit, tapi kemudian harus menjalani perawatan mandiri di rumah meski belum benar-benar pulih.
“Saya pernah menjenguk pasien yang menjalani operasi kepala dan dirawat selama delapan hari di rumah sakit. Tapi selanjutnya harus melanjutkan perawatan di rumah secara mandiri,” ujarnya.
Arief menyayangkan hal tersebut, karena keluarga pasien tidak bisa melakukan perawatan di rumah. Mestinya, BPJS mengambil kebijakan untuk melakukan perawatan sampai membaik hingga bisa dipulangkan ke rumah.
“Informasi terkait standar BPJS Kesehatan yang diketahui masyarakat sangat minim. Mereka seharusnya lebih aktif melakukan sosialisasi, agar masyarakat memahami prosedur dan ketentuan layanan,” tukasnya.
Arief menegaskan, BPJS Kesehatan harus mengevaluasi kebijakan, agar tidak merugikan pasien. Ia berharap, mereka dapat berbenah dan memberikan pelayanan yang lebih baik dengan memperhatikan aspek humanisme. (bas/rhd)