MPLS Sekolah Rakyat Kota Malang Latih Kemandirian dan Kepemimpinan Berbasis Kurikulum Boarding School

MPLS Sekolah Rakyat Kota Malang Latih Kemandirian dan Kepemimpinan Berbasis Kurikulum Boarding School
Kegiatan MPLS Sekolah Rakyat di Kota Malang mengajarkan kemandirian, kebersamaan dan kepemimpinan. (Seru.co.id/bas)

Malang, SERU.co.id – Sekolah Rakyat di Kota Malang menerapkan kurikulum berbasis boarding school dalam kegiatan pembelajarannya. Oleh karena itu, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang diikuti para siswa berfokus melatih kemandirian dan jiwa kepemimpinan siswa.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, Suwarjana mengungkapkan, Sekolah Rakyat secara umum menerapkan kurikulum reguler. Namun tetap ada perbedaan, karena penerapannya berbasis boarding school.

Bacaan Lainnya

“Tentunya ada penyesuaian. Pasti ada aturan terkait asrama, imtaqnya, kemudian ada wali asuh dan lain-lain,” seru Jana, Selasa (15/7/2025).

Kepala Disdikbud Kota Malang menjelaskan, kurikulum Sekolah Rakyat berbasis boarding school. (Seru.co.id/bas)

Jana menjelaskan, para siswa akan didampingi wali asuh yang mengawasi dan mendampingi para siswa di asrama. Pengenalan terhadap dewan guru, wali asuh dan wali asrama serta kegiatan pembelajaran yang akan dijalani dilakukan sejak awal MPLS.

“Saat ini anak-anak mengikuti MPLS untuk pengenalan lingkungan sekolah baru. Supaya anak-anak paham tentang sekolah itu,” ungkapnya.

Kepala Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 16 Kota Malang, Rida Afrilyasanti menjelaskan, MPLS berlangsung seperti di sekolah lainnya. Terkait aturan pelaksanaan MPLS, pihak sekolah menjalankan sesuai ketentuan yang dikeluarkan oleh Kemendikdasmen.

“Sebenarnya hampir sama dengan sekolah reguler, tetapi ada penambahan pembiasaan kehidupan berasrama. Bagaimana hidup mandiri, bagaimana nanti mereka bisa mengatur waktu untuk belajar,” bebernya.

Para siswa dan pendidik sama-sama belajar berbagi peran dalam menjalani keseharian di sekolah maupun asrama. Semangat gotong royong juga diterapkan, selain melatih kemandirian siswa.

“Selama dua bulan pertama, para siswa akan menjalani masa adaptasi dengan kehidupan berasrama. Sejak MPLS, mereka dilarang membawa HP supaya lebih fokus belajar,” ujarnya.

Rida mengutarakan, para siswa akan belajar kemandirian, seperti pembiasaan bangun pagi hingga menata kasur sendiri. Sejak MPLS hingga dua bulan ke depan, pembelajaran lebih berfokus pada matrikulasi.

“Kami berproses untuk menggali potensi siswa dan membantu mereka beradaptasi. Anak-anak juga diberikan materi dan dilatih pengembangan jiwa kepemimpinan atau leadership,” jelasnya.

Senada, Kepala Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 22 Kota Malang, Rahmah Dwi Nor Wita Imtikanah mengatakan, MPLS menitikberatkan pendidikan karakter. Setelah bangun pagi, para siswa mendapatkan pembinaan keagamaan sesuai agama masing-masing sebelum mengikuti pembelajaran.

“Hari kedua MPLS, mereka mendapatkan pengenalan wiyata mandala. Pengenalan guru dan kurikulum baru kami lakukan hari ini, karena kemarin masih pembukaan serentak oleh Kemensos dan Gubernur Jatim,” terangnya, saat ditemui di ruang kerjanya.

Perempuan yang akrab disapa Wita itu menuturkan, pihak sekolah mengawali kegiatan dengan pembelajaran kemandirian. Kemudian melatih aspek kepemimpinan, agar para siswa mampu hidup bersama di asrama.

“Mereka didampingi para tenaga pendidik selama pembelajaran. Karena di sini, pendidik tidak hanya mengajar, tapi memiliki kewajiban sosial untuk menumbuhkan empati,” tuturnya.

Sekolah yang dinaungi Pemprov Jatim itu menerima siswa baru sebanyak 75 siswa dibagi dalam tiga rombel. Sejak tinggal di asrama pada MPLS hari pertama, para siswa dipastikan sudah mulai betah.

“Banyak dari mereka merasa betah, karena fasilitas yang disediakan lengkap dan kondisi tempat tinggalnya lebih nyaman. Saya juga sempat melakukan visitasi, banyak dari mereka yang tinggal di rumah sempit dengan segala keterbatasan,” kata perempuan yang sempat mengajar di SMAN 5 Malang itu.

Terakhir, Wita menegaskan, kurikulum Sekolah Rakyat bukan sekadar berbasis boarding school. Tapi berfokus mengedepankan empati, menumbuhkan cinta dan kecakapan hidup yang baik.

“Kami membuat anak-anak senyaman mungkin berada di sini, merasa bahwa Bapak Ibu Guru adalah orang tua kedua mereka. Jadi tidak ada kegalakan, kami ajarkan saling merangkul, serta kami memberikan kasih sayang untuk memenuhi lumbung cintanya,” tandasnya. (bas/mzm)

Pos terkait