Malang, SERU.co.id – Rapat dengar pendapat bersama DPRD Kota Malang, Pemkot Malang dan perwakilan PT Tanrise Property Indonesia usai digelar. DPRD Kota Malang menyoroti kurangnya komunikasi antar pihak terkait penolakan warga terhadap proyek Tanrise Property.
Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Muhammad Annas Muttaqin mengungkapkan, rapat digelar untuk menggali informasi secara utuh. Pasalnya, rencana pembangunan proyek hotel dan apartemen Tanrise Property menuai polemik beserta dinamika penolakan.
“Kami mengumpulkan stakeholder terkait untuk mendengar secara utuh dan jelas, apa yang sebenarnya terjadi dan sejauh mana progres perizinan dilakukan. Sayangnya dalam kesempatan ini perwakilan warga tidak hadir,” seru Anas, Jumat (23/5/2025).
Anas menilai, jangan sampai ada warga yang merasa tertinggal atau tidak terfasilitasi keluhannya. Pihaknya sebagai wakil rakyat menegaskan, akan selalu mendengarkan aspirasi rakyat walau misalnya hanya satu orang terdampak proyek pembangunan.
“Dari pihak investor memang ada persoalan komunikasi yang belum tuntas. Masukan kami memang harus ada komunikasi yang baik,” tegasnya.
Pria yang menjadi CEO Hasta Group itu menilai, proyek ini termasuk investasi besar dan banyak perizinan yang harus dilalui. Mulai dari izin usaha, PBG, SLF, Amdal, andalalin, KKOP dan semuanya masih proses pengurusan perizinan.
“Kami menekankan komitmennya untuk mematuhi regulasi, jadi saya harap tidak ada yang dirugikan. Saya kira kita juga ramah pada investasi, tapi jangan sampai ada dampak negatif pada lingkungan masyarakat,” tuturnya.
Terkait ketidakhadiran warga, DPRD Kota Malang tidak tinggal diam. Upaya menjalin komunikasi akan dilakukan untuk memastikan penyebab warga absen kehadiran.
“Kami akan terus pantau sejauh mana perkembangannya (proses pengurusan izin). Termasuk kami akan terus menjalin komunikasi bersama warga, progresnya seperti apa dan sejauh mana progresnya,” ujarnya.
Kepala Disnaker-PMPTSP, Arif Tri Sastyawan menuturkan, proses yang perlu dilalui PT Tanrise Property Indonesia masih panjang. Saat ini, yang masuk di Pemkot Malang baru KKPR saja.
“Misalkan masih tetap memicu penolakan warga, harus ada inisiatif komunikasi dari pihak investor kepada warga. Masalah apa yang menjadi atensi dari warga harus diakomodir,” ungkapnya.
Terkait adanya rencana tempat hiburan malam dan bar dalam proyek tersebut, Arif menyatakan, semua memerlukan izin yang berbeda prosesnya. Perizinan dasar yang dibutuhkan, seperti KKPR, Amdal, Andalalin, PBG hingga SLF.
“Kalau ada izin lain seperti restoran, kemudian bar, sebagainya, itu nanti harus dilengkapi ketika bangunannya sudah jadi. Pengurusan izin sebelum beroperasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Legal PT Tanrise Properti Indonesia, Dian Anggraeni menyatakan, pihaknya senantiasa mematuhi regulasi. Setiap proses perizinan akan dilalui sesuai prosedur tanpa menciderai regulasi.
“Semua perizinan kami pastikan berjalan sesuai regulasi. Saat ini kami masih dalam tahap kajian teknis, khususnya soal drainase dan akses keluar-masuk,” bebernya.
Terkait kekhawatiran warga terhadap dampak lingkungan, Dian menyatakan pihaknya siap menerima masukan warga Kelurahan Blimbing. Diakuinya, selama ini dirinya memang kurang komunikasi pada tahap awal pengurusan, termasuk minim klarifikasi kepada media. Karena khawatir akan adanya pemutarbalikan pernyataan.
“Kami sangat menghargai semangat dari Bu Centya dan kawan-kawan yang telah memberikan masukan bagi kami. Dan kami akan memperbaiki komunikasi supaya bisa menyampaikan komitmen kami kepada warga,” ucapnya.
Dian berterimakasih kepada semua pihak yang sudah memberikan atensi sejak awal. Ia juga berharap, adanya audiensi ini menjadikan pemberitaan yang beredar lebih berimbang untuk mengurai kesalahpahaman.
“Kami tidak langsung memulai pembangunan, karena menunggu seluruh perizinan rampung. Tanrise Property berkeinginan kuat membangun proyek di Malang, karena pemimpin kami berasal dari Malang dan ingin berkontribusi terhadap pembangunan,” jelasnya. (ws13/rhd)