Malang, SERU.co.id – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) melalui Direktorat Pengendalian Risiko dan Pencegahan Korupsi (PRPK) Ditjen TKPR, langsung turun lapangan melakukan pengecekan. Terkait dugaan penyimpangan oleh pengembang perumahan Grand Mutiara Kedungrejo.
Direktur PRPK, Brigjen Pol. Budi Satria Wiguna mengatakan, pihaknya meninjau Perumahan Grand Mutiara Kedungrejo sebagai respon cepat atas dugaan perbuatan melawan hukum. Dimana kasus tersebut menyebabkan terjadinya kerugian konsumen perumahan Grand Mutiara Kedungrejo.
“Langkah ini sesuai arahan Menteri PKP Maruarar Sirait untuk memastikan kehadiran negara di sektor perumahan. Terutama pelayanan publik dalam perlindungan konsumen perumahan di Indonesia. Bukan hanya perumahan bersubsidi yang memperoleh dana dari APBN, tapi juga perumahan komersial yang dibeli secara tunai oleh semua konsumen,” seru Brigjen Pol. Budi Satria Wiguna, saat memimpin PRPK Ditjen TKPR, Selasa (20/5/2025).
Disebutkannya, tindak turun tangan ini memastikan agar pelaku pembangunan rumah bersubsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), tidak menyalahgunakan program tersebut. Sehingga tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Diperoleh informasi, Perumahan Grand Mutiara Kedungrejo telah dibangun sejak tahun 2021. Puluhan warga sudah menunaikan kewajiban mereka dan telah mengeluarkan dana sebesar ratusan juta rupiah.
Berdasarkan pengecekan lapangan di lokasi, ditemukan rumah dalam kondisi mangkrak dengan progres pembangunan antara 50-80 persen dan sebagian lainnya masih berupa tanah. Tim juga menemukan terdapat sejumlah unit rumah komersial yang sudah dibayar lunas, namun belum dibangun oleh pengembang.
“Jumlah unit rumah yang sudah akad di BTN Cabang Malang sebanyak 57 unit. Dengan rincian 50 unit subsidi dan 7 unit komersial,” jelasnya.
Beberapa persoalan hukum yang ditemukan pada perumahan tersebut, antara lain:
- Perjanjian jual beli rumah antara konsumen dan PT Anugrah Rizqy Al-Hisyam sebagai pengembang perumahan Grand Mutiara Kedungrejo didasarkan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Dimana mengikat kedua belah pihak secara hukum sesuai dengan Pasal 1313 KUH-Perdata.
- Pengembang tidak memenuhi kewajiban membangun dan tidak menyerahkan rumah sesuai jadwal. Temuan ini juga dapat dikategorikan sebagai wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata). Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana disepakati tanpa alasan yang sah.
- Unit-unit rumah yang mangkrak menunjukkan pengembang tidak memenuhi standar kualitas dan kepastian penyelesaian pembangunan sesuai dengan perjanjian jual beli. Pengembang juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai pasal 151 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman berupa denda paling banyak Rp 5 Milliar. Dan pembangunan kembali perumahan sesuai kriteria, spesifikasi, persyaratan teknis dan PSU yang diperjanjikan.
- Ditinjau berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pengembang wajib memberikan informasi transparan mengenai status pembangunan, kendala, dan langkah penyelesaian. Ketiadaan komunikasi sejak 2024 menunjukkan pelanggaran. Konsumen juga berhak atas ganti rugi sesuai amanat pasal 19 yang menyebutkan bahwa konsumen berhak atas kompensasi kerugian akibat kelalaian pengembang.
“Kerugian konsumen diperkirakan hingga miliaran rupiah, mengindikasikan pelanggaran serius yang dapat dikenai sanksi administratif. Hingga pidana sesuai Pasal 62 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 Milliar,” terangnya.
Direktur PRPK Ditjen TKPR Kementerian PKP Brigjen Pol. Budi Satria Wiguna bersama tim, telah mendengarkan keterangan dari para konsumen perumahan. Dan langsung membantu fasilitasi penyampaian laporan ke Polres Malang untuk memproses aduan masyarakat tersebut, sesuai tahapan penyelidikan perkara. Polres Malang menunjukan kepedulian dalam merespon aduan masyarakat dan komitmen dan menutaskan permasalahan tersebut.
“Dengan adanya penindakan tegas pada pengembang perumahan tersebut, diharapkan tidak ada lagi masalah serupa yang terjadi di sektor perumahan yang merugikan masyarakat. Proses ini juga diharapkan dapat membantu konsumen perumahan memperoleh hak-haknya sesuai dengan perjanjian dengan pengembang perumahan,” tandasnya. (rhd)