Malang, SERU.co.id – Bapenda Kota Malang memastikan, sekitar 900 pengusaha warung makan bakal dibebaskan pajak. Akan tetapi, hal tersebut baru bisa dilakukan setelah Ranperda PDRD (Pendapatan Daerah Retribusi Daerah) disahkan.
Kepala Bapenda Kota Malang, Dr Handi Priyanto AP MSi mengungkapkan, Perda No 4 Tahun 2023 mengatur mengenai pajak pelaku usaha makanan-minuman sedang dalam perubahan. Proses perubahan atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 dalam rangka mendukung program unggulan Dasa Bhakti Ngalam Laris.
“Senyampang dilakukan perubahan Perda, karena visi misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang yang peduli UMKM. Dilakukan perubahan yang semula minimal omzet kena pajak Rp5 juta per bulan menjadi Rp10 juta per bulan,” seru Handi, Rabu (14/5/2025).
Disebutkannya, pajak resto dari Perda Nomor 4 Tahun 2023 nantinya berubah nama menjadi PBJT (Pajak Barang Jasa Tertentu) makanan dan minuman (mamin). Sekaligus evaluasi Kemdagri dan usulan memasukkan jenis retribusi baru, di antaranya MCC, lapangan olahraga, kompos, dan lainnya.
baca juga: Pemkot Malang Godok PBJT Mamin, Omzet Kuliner Dibawah Rp15 Juta Bebas Pajak
Pembahasan Ranperda oleh Pansus DPRD paralel dengan pendataan yang dilakukan Bapenda bagi pengusaha makanan-minuman dengan omzet dibawah Rp10 juta. Apabila Ranperda sudah disahkan, pelaku usaha dengan omzet dibawah Rp10 juta langsung bebas dari PBJT (Pajak Barang Jasa Tertentu).
“Sesuai data ada 900-an lokasi usaha yang berpotensi dibebaskan dari PBJT makanan dan minuman. Tentu dibutuhkan verifikasi sebelum pembebasan pajak tersebut,” ungkapnya.
Ia menambahkan, ketentuan kewajiban pajak yang dikenakan di berbagai daerah bervariasi. Kota Surabaya menjadi yang tertinggi di Jawa Timur, kewajiban pajak dikenakan bagi yang omzetnya minimal Rp15 juta per bulan.
“Di Surabaya, minimal omzet Rp15 juta perbulan wajib pajak, dengan kekuatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) mencapai Rp7 triliun. Berikutnya Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo memberlakukan pajak minimal omzet Rp10 juta perbulan dengan kekuatan PAD Rp4 triliun,” bebernya.
Kota Malang memiliki kekuatan PAD yang tidak sebesar kedua kabupaten tersebut, yakni Rp1,01 triliun. Meski demikian, besaran omzet minimal wajib pajak akan sama dengan Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo.
“Sifat PJBT makanan dan minuman sesuai UU adalah self assessment (menghitung pajak sendiri). Pengusaha menghitung sendiri besaran pajak yang harus disetorkan dan tugas kami memastikan kesesuaian hitungan tersebut,” tuturnya.
Bapenda Kota Malang kini telah memasang e-tax sebagai pembanding laporan omzet sejak tahun 2021. Pasca pemasangan e-tax, terdapat perbedaan jumlah total pajak yang masuk.
baca juga: Wali Kota Malang: Warung Makan Buka Malam Hari Belum Pasti Dikenai Pajak
“Sebelum terpasang e-tax, total pajak resto yang terpungut sebesar Rp40 miliar pada tahun 2020. Mulai 2021 kami masifkan pemasangan e-tax, realisasi menjadi Rp64 miliar,” urai Handi.
Di tahun 2024 lalu, jumlah pajak itu meningkat menjadi Rp171,6 miliar. Bapenda Kota Malang berharap, jumlah pajak yang masuk naik terus tanpa menaikkan pajak yang nilainya tetap 10 persen. (ws13/rhd)