Malang, SERU.co.id – Politeknik Negeri Malang (Polinema) berkomitmen dalam pembentukan karakter anti kekerasan dan peduli kesehatan mental. Komitmen itu diwujudkan dengan sinergi lintas sektoral melalui Forum Diskusi Nasional bersama aktivis perempuan hingga Himpsi Malang dan MoU bersama Pemkot Malang. Kegiatan diawali forum bertajuk ‘Pembentukan Karakter untuk Pencegahan Kekerasan dan Pemeliharaan Kesehatan Mental di Lingkungan Pendidikan dari Berbagai Perspektif.’
Direktur Polinema, Supriatna Adhisuwignjo ST MT mengungkapkan, kegiatan ini menjadi wadah strategis untuk merespons meningkatnya kekerasan dan isu kesehatan mental. Pasalnya, dunia pendidikan turut dihantui oleh maraknya permasalahan tersebut di kalangan mahasiswa.
“Kekerasan di lingkungan pendidikan bukan hanya persoalan moral. Tetapi juga berdampak luas terhadap prestasi, psikologis dan masa depan peserta didik,” seru Supriatna, Rabu (30/4/2025).
Supriatna menyoroti, kekerasan merupakan persoalan serius yang harus dicegah. Bullying hingga pelecehan seksual perlu diantisipasi, baik di lingkungan pendidikan maupun di dunia maya.
“Kasus kekerasan seperti bullying, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual di lingkungan pendidikan kian meningkat. Kondisi ini turut diperparah oleh kehadiran media sosial yang melahirkan bentuk kekerasan baru, seperti cyberbullying,” ungkapnya.
Supriatna menyadari, perlunya sinergi berbagai pihak dalam membangun sistem pencegahan yang komprehensif. Pendidikan karakter harus menjadi ujung tombak, ditopang oleh kurikulum yang mengajarkan toleransi, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan.
“Forum ini diharapkan mampu merumuskan strategi nyata yang dapat diterapkan di seluruh jenjang pendidikan. Sekaligus menjadi rekomendasi kebijakan bagi pemerintah daerah maupun pusat,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Irjen Kemendiktisaintek, Dr Chatarina Muliana Girsang menyoroti pentingnya keberadaan psikolog di perguruan tinggi. Meski di suatu perguruan tinggi tidak ada program studi psikologi, kehadiran psikolog sangat diperlukan untuk menangani masalah kesehatan mental.
“Di politeknik yang memiliki klinik, penting memiliki psikolog. Kami bersama akan mendorong bagaimana kemenkes bisa menyediakan psikolog di setiap klinik,” tegasnya.
Chatarina mengatakan, selama ini banyak korban kekerasan dalam bentuk bullying hingga pelecehan enggan melapor. Masih kuatnya stigma di masyarakat mengenai kesehatan mental dan ketakutan akan pelaporan balik menjadi alasan kuat korban memilih bungkam.
“Ada strata kuasa, bagaimana kita bisa melindungi (korban) pelapor, agar mereka tidak mendapat serangan balik dari pihak (pelaku) terlapor. Sangat penting transparansi terkait pelapor dan terlapor, namun tidak harus di muka umum tapi melalui pendamping,” bebernya.
Aktivis Perempuan, Yaqud Ananda Gubdan menuturkan, pentingnya pencegahan kekerasan dari perspektif kesetaraan gender. Menurutnya, stigma yang masih dominan terkait posisi laki-laki berpengaruh terhadap maraknya tindak kekerasan terhadap perempuan.
“Kesetaraan gender itu bukan menyamakan keadilan atau membedakan yang sama, tapi menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kesetaraan gender juga tidak lepas dari faktor budaya yang mempengaruhi cara pandang kita,” paparnya.
Selain itu, empati kepada sesama dinilai penting untuk memahami posisi orang lain atas peristiwa yang pernah terjadi. Baik laki-laki maupun perempuan, dapat menjadi korban bahkan pelaku kekerasan.
Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPKPT) Polinema, Hudriyah Mundzir menekankan, pentingnya sinergi antar pihak. Pasalnya, pencegahan maupun penanganan sangat mudah dilakukan, apabila semua pihak memiliki kontribusi.
“Terakhir, kami melakukan penandatanganan MoU dengan kepala daerah, agar pemerintah semakin aware dengan pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan. Di Polinema, kami selalu sosialisasi tentang pencegahan kekerasan terhadap segenap civitas akademika. Dan peduli pada kesehatan mental dengan menyediakan jasa konseling bersama layanan mitra,” ujar Hudriyah.
Sebagai langkah paling konkret, Polinema telah membentuk Gantari, forum perempuan yang fokus pada isu-isu terkait dengan perempuan. Forum dibawah naungan BEM Polinema tersebut berperan mensosialisasikan kesetaraan gender, anti kekerasan, kesehatan mental, serta siap menjadi wadah konselor sebaya.
Acara yang digelar Polinema kali ini mendapatkan apresiasi dari Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat. Menurutnya, permasalahan kekerasan dan kesehatan mental sangat penting ditangani dengan sinergi berbagai pihak.
“Kami sampaikan, ada beberapa upaya baik dari Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan dalam mencegah kasus tersebut. Masukan dari perguruan tinggi sangat penting sebagai masukan bagi pemerintah dalam mencari solusi dan menyusun kebijakan,” tandasnya. (ws13/rhd)