PPDB 2025 Dirancang untuk Semua Pihak, Gagal di Negeri Dialihkan ke Swasta

Ilustrasi penerimaan peserta didik baru. (ist) - PPDB 2025 Dirancang untuk Semua Pihak, Gagal di Negeri Dialihkan ke Swasta
Ilustrasi penerimaan peserta didik baru. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Pemerintah tengah menggodok sistem baru Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk tahun ajaran 2025/2026. Sejumlah perubahan disebut-sebut akan lebih mengakomodasi berbagai latar belakang calon peserta didik, terutama dari kalangan miskin dan penyandang disabilitas. Muncul pula wacana dimana siswa yang gagal di PPDB negeri akan dialihkan ke sekolah swasta dengan pembiayaan dari pemerintah daerah.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati menegaskan, PPDB 2025 dirancang agar semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan berkualitas.

Bacaan Lainnya

“Sehingga rakyat miskin tetap bisa mendapatkan akses yang memadai, disabilitas dapat ruang. Sesuai tempat tinggal ada dan jalur prestasi juga tersedia,” seru Esti, Rabu (22/1/2025).

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga Kemendikdasmen, Biyanto mengungkapkan, aturan final PPDB akan diselesaikan pada akhir Januari. Regulasi ini diproyeksikan terbit pada Februari agar bisa segera diimplementasikan di seluruh daerah.

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat mengungkapkan, siswa yang tidak lolos seleksi di sekolah negeri akan diarahkan ke sekolah swasta dengan biaya ditanggung pemerintah daerah.

“Siswa yang tidak diterima di negeri akan mendapat bantuan dari daerah untuk bersekolah di swasta. Tentunya sesuai dengan kemampuan anggaran masing-masing Pemda,” ujarnya, Kamis (23/1/2025).

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menyoroti, pentingnya mempertahankan empat jalur utama PPDB. Yakni domisili/zona, afirmasi untuk keluarga miskin dan disabilitas, prestasi serta perpindahan orang tua. Menurutnya, perluasan zonasi harus dipastikan tidak malah memperburuk ketimpangan akses.

“Kami melihat ada perluasan potensi domisili. Anak-anak yang tinggal di perbatasan kota/kabupaten harus tetap bisa bersekolah tanpa kendala administratif,” ujarnya. (aan/mzm)

Pos terkait