Penyelamatan Terhadap Lingkungan Sungai, Masyarakat Adat Mangliawan Gelar Upacara Ritual

Penyelamatan Terhadap Lingkungan Sungai, Masyarakat Adat Mangliawan Gelar Upacara Ritual
Penyelamatan Terhadap Lingkungan Sungai, Masyarakat Adat Mangliawan Gelar Upacara Ritual

Kabupaten Malang, SERU.co.id – Sejak pagi hingga siang, Sabtu (27/7/2019), masyarakat adat yang berada di Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, bersamaan dengan Hari Sungai sedunia melakukan upacara ritual “Selamatan Kali” atau selamatan sungai. Hal ini dilakukan, di sisi lain bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan sungai dari pencemaran air.

Salah seorang yang memimpin ritual tersebut, Sutrisno atau yang sering disapa Ki Bojel Panuluh, mengatakan bahwa ritual untuk penyelamatan sugai itu dilaksanakan di “Tempuran” atau pertemuan sungai antara Desa Mangliawan dan Desa Tirtomoyo.

Bacaan Lainnya
Upacara ritual di Taman Wisata Wendit (pt)

“Di hari sungai ini ini istilahnya “Selamatan Kali”, untuk “Memayu Hayuning Bawono” artinya untuk kesejahteraan, yang mana, darimana asal kita dari air,” terang dia, Sabtu (27/7/2019).

Oleh sebab itu, Ki Bojel menjelaskan, air itulah yang menjadi sumber kehidupan. “Bila kita mencemari, ini sama saja menimbulkan musibah sampai pada kematian. Makanya, dari budaya Jawa ini, dengan “Selamatan Kali” supaya semua masyarakat yang hidup memerlukan air jangan sampai mengotori lingkungan ” tutur dia, kepada SERU.co.id

Dengan demikian, kembali ditegaskan olehnya, lingkungan yang harus dijaga kebersihannya terutama untuk sumber air dan lingkungan sekitar.

Mengenai sesaji yang dipersembahkan untuk ritual tersebut, Ki Bojel menjelaskan, diantaranya dupa pengharum yang diartikan duniamu bukan apa-apa, ini mendefinisikan mengingatkan  bahwa makhluk hidup terutama manusia akan kembali ke asal kehidupan ini.

Pembacaan doa upacara ritual di Taman Wisata Wendit (pt)

“Dengan mengingat Tuhan yang menguasai dunia, dimana kita dititahkan hidup ini tidak hanya dengan manusia, alam kasar dan alam halus seperti Jin. Untuk itu, kita adakan sesaji untuk menjaga keseimbangan alam antara mikrokosmos dan makrokosmos, supaya seimbang,” jelas dia.

Kemudian, tambah dia, ada “gedang supoyo padang, dalam bahasa Indonesia adalah pisang yang artinya supaya terang. Dibuat juga bubur empat warna, dalam bahasa jawa istilahnya “dulur papat limo pancer” artinya kiblat empat dan inj asal hidup manusia.

“Diantara sesaji itu, juga dibuat namanya bubur sangkala yang warna putih dan merah, diartikan yang melambangkan orang tua kita ayah dan ibu asal dari kehidupan ini. Dan, semua ini melambangkan bahwa unsur kita dari air. Makanya, kita adakan ritual di tempuran ini,” urainya.

Flash Mob menari bersama masyarakat dan Muspika Kecamatan Pakis

Sementara, bagi masyarakat adat, ada sebuah kepercayaan yang menerangkan bahwa pertemuan sungai antara Wendit Lanang dan Tirtomoyo, waktu jaman Mataram kuno untuk pembersihan diri, terutama untuk hulubalang atau prajurit. Sedangkan, di sumber Wendit yang saat ini digunakan untuk wisata merupakan kaputren yang digunakan pembersihan khusus puteri kerajaan.

Dalam sambutannya, Camat Pakis, Drs. Firmando Hasiholan Matondang, menyampaikan bahwa kegiatan budaya inj sebaiknya menjadi angenda. Karena ini, bisa menarik wisatawan untuk berkunjung di Taman Wisata Wendit.

“Saya berharap, Dinas Pariwisata Kabupaten Malang merespon kegiatan ini,” singkat dia.

Seperti diketahui, setelah mengadakan upacara ritual di tempuran sungai dimana lokasi pertemuan sungai Desa Mangliawan dan Tirtomoyo dilanjutkan ritual di Taman Wisata Wendit. Hadir dalam kegiatan ini, Muspika Kecamatan Pakis, Kepala Desa Mangliawan dan para pegiat budaya.(put)

Pos terkait