Malang, SERU.co.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang bekerjasama dengan Imparsial dan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Gelar Diskusi Publik Kemunduran Demokrasi dan Matinya Hak Asasi Manusia dan Launching Buku Penculikan Bukan Untuk Diputihkan. Sebagai bentuk merawat ingatan hutang sejarah yang tidak dapat dilupakan.
Penulis Buku Kasus Penculikan Bukan Untuk Diputihkan, Al Araf menyatakan, dari beberapa buku yang telah ditulisnya. Kali ini, baginya buku tersebut begitu berbeda dibanding lainnya.
“Pertama, karena saya melihat gelagat kekuasaan yang sedang ingin menyampaikan kepada publik. Bahwa, pelanggaran HAM berat pada masa lalu, khususnya peristiwa penculikan seharusnya dilupakan,” seru Al, sapaan akrabnya, Senin (5/2/2024) sore.
Al Araf menuturkan, gelagat tersebut terlihat pada dinamika politik elektoral kemarin. Saat Prabowo dan mantan aktivis Boediman menyatakan sudah cukup dari 9 korban penculikan yang dikembalikan.
“Tapi Pak Boediman lupa, ada Bimo Petrus anak Pak Utomo yang belum kembali. Seolah-olah dilupakan, buat saya itu titik awal yang membuat kita gelisah. Terdapat narasi kekuasaan yang sedang akan melupakan masa lalu,” tutur Al.

Al Araf menegaskan, cara melupakan masa lalu tersebut dilakukan dengan menyatakan sifat politik. Saat di forum aktivis 1998 menyatakan, 9 orang tersebut telah dikembalikan.
“Mereka lupa meskipun telah dikembalikan, hal tersebut tetaplah penculikan dan kejahatan yang harus diproses hukum,” tegas Al.
Baca juga: Diskusi Publik Buku Spektrum Stadion Gajayana, Bakal Terbit 1.000 Halaman
Al Araf menyatakan alasan kedua, karena masih banyaknya yang hilang dan tak kunjung kembali dianggap telah selesai. Hal tersebut merupakan kejahatan yang serius, sepanjang orang hilang tersebut belum kembali dan belum diproses pengadilan.
“Jadi, alasan saya menulis buku ini sebagai counter narasi bahwa kasus penculikan tidak dapat diputihkan. Itu merupakan fakta sejarah di Indonesia yang harus diingat, karena peristiwa itu sebagai titik awal proses bergulirnya reformasi yang ada di Indonesia tahun 1998,” terang Al.