Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Menambahkan Pasal Kekerasan Perempuan dan Anak pada Laporan Model B

audiensi keluarga korban tragedi kanjuruhan dan polres malang wul 11zon
Audiensi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan dengan Polres Malang. (foto: wul)

Malang, SERU.co.id Sejumlah perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan didampingi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia mendatangi gedung DPRD Kabupaten Malang. Mereka melakukan audiensi bersama Polres Malang terkait langkah hukum yang akan mereka ambil dalam memperjuangkan keadilan para korban. Rencananya mereka bakal menambahkan pasal kekerasan perempuan dan anak pada laporan Model B yang diajukan Devi Athok.

Koordinator LBH Pos Malang, Daniel Alexander Siagian SH mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Polres Malang terkait penambahan saksi dalam laporan Model B kasus Tragedi Kanjuruhan.

Bacaan Lainnya

“Kita memang sejak bulan lalu sudah koordinasi dengan Kapolres Malang dan juga Kasatreskrim mengenai penambahan saksi di laporan model B,” seru Daniel, Rabu (12/7/2023) siang.

Daniel menyebut salah satu kunci dalam memecah permasalahan yang terus membelenggu  ini,   jalan satu-satunya dengan melakukan gelar perkara ulang.

“Adapun memang sebenarnya ada mekanisme yang bisa dilakukan, salah satunya melalui mekanisme gelar perkara khusus,” ucapnya.

Langkah tersebut diambil mengingat laporan model A yang telah dilakukan tidak ditemukan poin tindakan pidana kekerasan terhadap perempuan dan juga anak yang mengakibatkan meninggal dunia.

“Jadi sebenarnya pemenuhan unsur itu harus dilihat juga bagaimana kausalitas meninggalnya 135 nyawa. Melalui panambahan pasal yang sekiranya relevan dengan unsur tindak pidana yang kemarin di Kanjuruhan 1 Oktober 2022 itu terjadi,” paparnya.

Daniel menyebut di dalam laporan Model A yang dilaporkan dan dikeluarkan oleh pihak kepolisian, hanya terdapat unsur pasal 359 dan 360. Dan rencananya poin pasal kekerasan perempuan dan anak tersebut akan ditambahkan pada Laporan Model B Devi Athok.

“Hasilnya tidak memuaskan, tidak berkeadilan, harus ada pasal-pasal yang kuat salah satunya adalah kekerasan terhadap anak di bawah umur yang menjadi fakta. Korban anak dibawah umur yang bisa ditambahkan melalui gelar perkara khusus, melalui laporan model B oleh Devi Athok,” jelasnya.

Disinggung upaya hukum lainnya, Daniel mengaku sudah pernah melakukan upaya pelaporan ke Mabes Polri, namun ditolak pada (10/4/2023) lalu. Sehingga mereka melayangkan laporan keberan atas penolakan tersebut kepada Bareskrim Polri. Dimana dasar dari penolakan tersebut adalah laporan yang mereka layangkan tidak memenuhi unsur.

“Bahwa laporan kami ajukan tidak cukup bukti. Padahal belum di BAP, belum dimintai keterangan, hanya selesai pada piket konsul dan itupun tidak didalami terhadap laporan model B yang kami ajukan ke Bareskrim,” ucapnya.

Selain itu, menurut Daniel, para keluarga korban meminta Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan ulang terkait pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) untuk pelanggaran berat.

“Yang sampai sekarang Komnas HAM sepertinya sangat pasif dan belum memberikan, belum menindaklanjuti kembali berkas-berkas perkara Tagedi Kanjuruhan dalam hal penyelidikan pelanggaran HAM beratnya,” ucapnya. (wul/ono)

 

Pos terkait