Batu, SERU.co.id – Eksistensi Apel Batu dikabarkan semakin goyang. Pasalnya, petani apel mulai beralih tani ke buah lain atau sayuran. Ini akibat dari selalu meruginya petani apel, karena biaya operasional tidak tertutup dari hasil penjualan.
Kepala Bidang (Kabid) Pertanian, Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan Kota Batu, Harijadi Agung mengaku, pihaknya sudah menerapkan beberapa program untuk permasalahan apel di Kota Batu. Yaitu dengan memberikan bantuan yang dirupakan sarana produksi (Saprodi) pertanian. Saprodi tersebut, khusus berkaitan dengan revitalisasi lahan apel.
“Dalam beberapa tahun ini, kita sudah memberikan Saprodi, khususnya terkait revitalisasi lahan apel, tapi memang belum sebanding dengan luasnya lahan apel di Batu,” serunya.
Agung, sapaan akrabnya menjelaskan, luas lahan apel yang tercatat di Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan Kota Batu, sekitar 900 hektar. Sementara pihaknya baru bisa ‘mengcover’ bantuan revitalisasi lahan apel untuk area yang kecil. Keterbatasan anggaran lah yang menjadi alasannya.
“Dari luasnya lahan apel yang hampir 900 hektar itu, kami baru bisa mengcover belasan hektar saja setiap tahunnya. Memang ada keterbatasan anggaran,” akunya.
Tidak hanya bantuan Saprodi, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batu juga memberikan pendampingan pada petani. Pihaknya mencoba untuk terus memberi kiat-kiat agar petani mau bertahan dengan tanaman apelnya. Salah satunya memberikan solusi tanaman tumpang sari, agar petani apel bisa mendapatkan pemasukan dari tanaman lain dalam satu lahan.
“Dengan tumpangsari, petani apel bisa menanam sayuran diantara pohon-pohon apelnya, seperti cabai dan lain-lain. Jadi ada pemasukan sambil menunggu waktu panen apel,” tuturnya
Tidak hanya sampai disitu, penyuluh pertanian juga terus menyarankan petani agar bijak dalam penggunaan pestisida atau obat-obat pertanian lain. Untuk memperoleh hasil panen yang baik, petani sering tergoda untuk menggunakan obat-obatan mahal, bahkan import. Kebiasaan Ini sudah berlangsung sejak lama, hingga membuat kondisi tanah perkebunan apel, terlanjur rusak kesuburannya.
“Petani kita terlanjur ‘pestisida minded’, terbiasa dengan itu, bahkan sampai dicampur-campur sendiri, fungisida dan insektisidanya. Dengan harapan, permasalahan tanamannya tuntas,” ungkapnya.
Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan, juga mendorong para petani untuk mendirikan sarana pupuk organik secara mandiri. Ini demi percepatan revitalisasi lahan apel. Petani apel Batu, diharapkan kembali menerapkan cara-cara perawatan yang hemat biaya.
“Sekarang eranya tidak seperti dulu, petani harus bisa menggunakan cara-cara yang low cost,” tukasnya. (dik/mzm)
Baca juga:
- SPPG Tlogowaru Kota Malang Pekerjakan Masyarakat Lokal Sukseskan Program MBG, Sasar 4.800 Pelajar
- Rumah Dinas Sekda Situbondo dibobol Maling Saat Ditinggal Ibadah Haji
- Selama Libur Panjang Gunung Bromo Dibanjiri 11.735 Wisatawan Lokal dan Mancanegara
- Alfamart Gandeng Puskesmas Ardimulyo Layani Posyandu ILP dan Edukasi Balita hingga Lansia
- Wali Kota Batu Terima Audiensi Jajaran Redaksi Memo X Group di Ruang Kerja