KPK Gandeng Pemkot Malang, Ingatkan ASN Waspada Gratifikasi

cropped IMG 0016 1
cropped IMG 0016 1

Kota Malang, SERU

Korupsi terjadi karena kebiasaan ‘nakal’ kecil yang terjadi berulang-ulang, dan menyebabkan ketagihan dengan jumlah meningkat atau lebih besar. Kebiasaan kecil tersebut berakar dari gratifikasi, atau kebiasaan menerima sesuatu dari seseorang atau institusi atas kewajiban pekerjaannya. Dari survey KPK, ternyata masih banyak masyarakat yang memberikan ucapan terima kasih dalam wujud hadiah atau gratifikasi kepada Aparatur Sipil Negara (ASN).

Bacaan Lainnya

“Untuk itu, kita terus mengaungkan anti gratifikasi atau anti pemberian hadiah terimakasih kepada ASN. Karena pemberian hadiah bagi pegawai negeri dan pejabat negara pasti ada hubungannya dengan pekerjaan mereka,” ungkap Deputi Pencegahan Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Yuli Kamalia, saat menjadi pembicara bertajuk ‘Sosialisasi Gratifikasi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Pemkot Malang, di Hotel Atria, Malang, Rabu (21/8/2019).

Deputi Pencegahan Direktorat Gratifikasi KPK, Yuli Kamalia, menjawab pertanyaan awak media. (rhd)

Menurutnya, pegawai negeri dilarang merujuk pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 untuk menerima hadiah atau gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Dampak terbesar gratifikasi, jika awalnya hanya sekedar hadiah, lama-lama menjadi suap hingga menjadi korupsi jenis lain. Karena gratifikasi sumber dari korupsi. “Dari hadiah-hadiah yang diberikan kepada pegawai negeri, bisa jadi lama kelamaan pegawai negeri tersebut tidak lagi menerima, tapi meminta hingga menjadi transaksional suap,” terang Yuli.

Namun, dalam ranah sosial masih diperbolehkan dalam batasan nilai tertentu, dan bukan termasuk kategori gratifikasi. Misalnya, penerimaan dalam rangka pernikahan atau bantuan musibah dengan batasan Rp 1 juta, ulang tahun rekan/mitra dengan batasan Rp 300 ribu, mentraktir makan-makan Rp 200 ribu. “Memang ada beberapa batasan nilai untuk ranah sosial dibawah nilai tersebut, diatas itu bisa dikategorikan,” papar Yuli.

Yuli menambahkan, upaya pencegahan KPK sering dilakukan, salah satunya koordinasi wilayah dengan Pemda untuk memetakan titik mana saja yang rentan korupsi. “Kota Malang menjadi trigger yang kita kuatkan sejak tahun lalu dalam upaya pencegahan korupsi melalui pengendalian gratifikasi bagi ASN. Nantinya, Pemkot Malang akan membenahi sistem internal daerahnya masing-masing,” tandas Yuli.

Para camat dan lurah waspada gratifikasi. (rhd)

Sementara itu, Walikota Malang, Sutiaji, mengajak seluruh elemen untuk memerangi budaya gratifikasi yang justru akan membawa dampak tidak baik kepada pelayanan publik. “Paradigma ungkapan terima kasih dengan memberi dan menerima sesuatu itu harus diubah. Kami sedang menyusun sistem digitalisasi untuk memangkas dan meminimilisir pertemuan face to face antara yang melayani dan yang dilayani. Karena biasanya gratifikasi itu muncul dari dua arah, yakni pihak yang melayani dan pihak yang dilayani,” beber Sutiaji, dihadapan para lurah, camat, satpol PP, dan perwakilan OPD.

Ketika digitalisasi ini bisa diterapkan dalam pelayanan publik, maka peluang kemungkinan gratifikasi tidak ada atau minim. Pemkot Malang berupaya semaksimal mungkin agar literasi terkait gratifikasi bisa dipahami oleh seluruh elemen masyarakat. “Tak hanya sebatas literasi saja, tetapi harus mampu kita implementasikan dalam tata kelola pemerintahan kota Malang. Pengawasan sudah berubah dan lebih canggih. Bukan lagi merekam dengan alat seadanya, namun melalui gelombang suara,” tandas pria nomor satu di jajaran Pemkot Malang ini. (rhd)

Pos terkait