Malang, SERU.co.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang bakal membebaskan 57.331 warganya dari kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ketentuan ini mulai diberlakukan pada tahun 2026 mendatang.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat mengungkapkan, kebijakan ini diinisiasi langsung oleh dirinya. Langkah ini untuk meringankan beban warga, terutama bagi mereka yang memiliki tagihan PBB di bawah Rp30 ribu.
“Program ini bukan sekadar rencana. Tapi akan segera dituangkan dalam bentuk Peraturan Wali Kota (Perwali) sebagai landasan hukumnya,” seru Wahyu, Jumat (15/8/2025).
Terkait teknis pelaksanaannya, ia akan membahasnya bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang. Menurut Wahyu, keputusan ini lahir dari keprihatinannya atas meningkatnya kebutuhan hidup sehari-hari.
Ia berkomitmen, selama masa jabatannya, warga dengan tagihan PBB kurang dari Rp30 ribu akan dibebaskan dari kewajiban membayar. Dengan demikian, warga merasa terbantu dan tidak kesulitan mana kala harus membayar kewajibannya.
baca juga: Ketua DPRD Kota Malang Ingatkan Tragedi Pati Jadi Pelajaran, Perwal PBB Dikawal Ketat
“Gratis, benar-benar nol rupiah, tidak dipungut biaya apa pun. Kebijakan ini lahir dari inisiatif saya secara pribadi,” ungkapnya .
Pria yang akrab disapa Pak Mbois ini berterima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan masyarakat Kota Malang. Berkat dukungan dan kepercayaan tersebut, dirinya kini menduduki posisi Wali Kota Malang untuk mengemban amanah warga Kota Malang.
“Dulu saya didukung jadi wali kota. Sekarang saatnya saya meringankan beban masyarakat,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto menyebutkan, jumlah Wajib Pajak yang akan dihapus cukup signifikan, yakni lebih dari 57 ribu. Namun secara finansial, dampaknya tidak besar terhadap pendapatan daerah.
“Total nominal yang hilang hanya sekitar Rp 1 miliar. Jadi meskipun banyak wajib pajak yang dibebaskan, tidak berdampak signifikan pada APBD,” ungkap Handi
Sebagai perbandingan, Pemkot Malang juga pernah membebaskan pajak restoran dengan omzet di bawah Rp15 juta per bulan. Padahal sebelumnya dikenakan pajak mulai omzet Rp5 juta.
Kebijakan ini mulai berlaku tahun 2025 dan berdampak pada 1.085 pelaku usaha. Adapun potensi kehilangan pendapatan daerah hingga Rp7 miliar.
“Kalau dibandingkan, penghapusan PBB dampaknya jauh lebih kecil daripada pajak restoran,” tambahnya.
baca juga: Bapenda Kota Malang Bantah Isu Tarif PBB Naik Empat Kali Lipat
Meski demikian, total potensi pendapatan yang hilang akibat dua kebijakan ini mencapai Rp 8 miliar pada tahun 2026. Namun Handi optimis, pihaknya tetap bisa menjaga target pendapatan daerah.
“Kami akan mencari sumber pajak lain sebagai pengganti. Termasuk untuk menutup potensi kehilangan dari pajak restoran,” pungkasnya. (bas/rhd)