Jakarta, SERU.co.id – Sepanjang 2024, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tercatat telah memblokir sementara 28.000 rekening yang dikategorikan sebagai dormant atau tidak aktif. PPATK berdalih banyak rekening dormant digunakan sebagai sarana kejahatan. Pemblokiran ini mendadak dan tanpa pemberitahuan langsung kepada nasabah ini menuai kritik keras dari publik dan pakar hukum.
Salah satu yang turut menjadi korban pemblokiran adalah Andrew Darwis, pendiri forum Daring Kaskus. Melalui akun X miliknya, Andrew mengungkapkan, rekening Bank Jago miliknya diblokir secara tiba-tiba pada hari Minggu. Upayanya menghubungi PPATK berakhir tanpa hasil karena kotak masuk email lembaga tersebut sudah penuh.
“Hari Minggu manusia juga masih transaksi kali. PPATK tidak bisa dihubungi, Bank Jago cuma bilang dapat perintah pemblokiran,” seru Andrew, Senin (19/5/2025).
Ilustrator Asmara Wicaksono juga mengeluhkan pemblokiran rekening BCA miliknya. Ia mengaku, hanya menggunakan rekening tersebut untuk kebutuhan sehari-hari dan tidak pernah melakukan transaksi mencurigakan. Namun, tanpa peringatan, rekeningnya dinonaktifkan, pada Sabtu (17/5/2025).
“Transaksi terakhir saya masih normal hari Jumat. Besoknya sudah tidak bisa diakses. Kantor bank tutup, saya tidak tahu harus mengadu ke siapa,” keluhnya.
Sementara itu, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menyatakan, kebijakan ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Pendanaan Terorisme. Ia menyebut, banyak rekening dormant digunakan sebagai sarana kejahatan.
“Mulai dari transaksi judi online, penipuan, hingga penampungan dana hasil narkotika. Pemblokiran dilakukan demi perlindungan. Banyak rekening ini ternyata telah dijual dan dikuasai pihak lain untuk aktivitas ilegal,” jelas Ivan.
Namun, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengecam tindakan PPATK. Ia menilai, pemblokiran tanpa prosedur hukum, tanpa surat dari aparat penegak hukum atau pengadilan, sebagai tindakan melawan hukum.
“Ini bukan wewenang mutlak lembaga administratif. Tanpa dasar hukum jelas, pemblokiran bisa digugat secara perdata sebagai perbuatan melawan hukum dan berpotensi masuk ranah pidana,” pungkas Fickar dikutip dari Warta Ekonomi. (aan/mzm)