Situbondo, SERU.co.id – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Situbondo menyusun naskah akademik dan rancangan Peraturan daerah (Raperda) inisiatif tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan (PPKSP), Kamis (15/5/2025).
Hal itu dilakukan karena maraknya fenomena kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan akhir-akhir ini.
Ketua Komisi IV DPRD Situbondo, M Faisol mengatakan, dalam penyusunan naskah akademik dan ranperda inisatif tersebut, pihaknya menggandeng akademisi dari Universitas Nurul Jadid.
“Penyusunan naskah dan Ranperda inisiatif PPKSP ini, kami berharap menjadi payung hukum terkait pencegahan dan penanggulangan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, sehingga dapat meminimalisir terjadinya hal tersebut,” seru Faisol.
Lebih lanjut, Faisol menjelaskan bahwa dalam Ranperda Insiatif PPKSP ini tidak hanya membahas perlindungan terhadap siswa saja tapi juga terhadap guru pendidiknya.
“Jadi siswa dan guru atau tenaga pendidik juga mendapatkan perlindungan hukum dari Ranperda Insiatif ini yang kita rencanakan disahkan tahun ini atau tahun 2026 mendatang,” jelasnya.
Baca juga: Bupati Situbondo Temui Menteri Koperasi, Honorer yang Dirumahkan Bisa Diprioritaskan Bekerja di KMP
Menurutnya, Ranperda Insiatif PPKSP ini akan menjadi yang pertama di Jawa Timur, oleh karena itu Faisol mengaku akan duduk bersama mendengarkan saran dari stakeholder terkait dan juga dari akademisi.
“Kami akan kaji secara mendalam, bekerjasama dengan Universitas Nurul Jadid dan dinas-dinas terkait. Selain itu kami akan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, kementerian agama serta guru serta orang tua atau wali murid. Insyaallah target tahun ini sudah disahkan, paling lambat tahun 2026,” tegasnya.
Sementara itu, akademisi sekaligus peneliti dari Lembaga Penerbitan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP3M) Universitas Nurul Jadid, Achmad Fawaid mengatakan, dalam penyusunan Ranperda Insiatif PPKSP merupakan hal yang sangat penting, sebab kasus kekerasan di satuan pendidikan sangatlah kompleks.
“Rata-rata yang jadi persoalan adalah anak-anak tidak punya tempat pengaduan yang tepat, sebab tidak semua sekolah memiliki yang namanya satuan tugas Tim Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di satuan pendidikan (TP2K). Sehingga dengan adanya perda tersebut maka setiap satuan pendidikan diwajibkan untuk memiliki TP2K sedangkan dinas pendidikan diwajibkan membentuk satuan tugas anti kekerasan di satuan pendidikan,” ujar Fawaid.
Baca juga: Anggota DPRD Situbondo Dorong Pemkab Agar Segera Bentuk Tim Sembilan
Fawaid menjelaskan, Perda ini memastikan pemerintah hadir untuk mengadvokasi anti kekerasan di satuan pendidikan tidak hanya kepada anak didik tapi juga kepada tenaga pendidik.
“Yang menarik dalam rapat dengan Komisi IV DPRD tadi, ketua Komisi Mas Faisol menyarankan agar Perda ini tidak terfokus kepada kekerasan terhadap anak saja tapi juga terhadap guru. Jadi, Perda ini diminta tidak hanya menjalankan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tapi juga menjalankan amanah undang-undang perlindungan guru dan dosen,” jelas Fawaid.
Menurut Fawaid, Ranperda ini tidak hanya menyasar satuan pendidikan formal tapi juga bisa menyasar pendidikan non formal seperti pondok pesantren, meskipun terkesan sulit sebab menurutnya pondok pesantren memiliki mekanisme penanganan tersendiri dalam menangani persoalan kekerasan terhadap anak.
“Setidaknya nanti juga segera disosialisasikan terkait Ranperda PPKSP ini ke pondok pesantren ke TPQ dan sekolah-sekolah di bawah yayasan lainnya. Ini menjadi penting untuk kemudian menjadi payung hukum yang melindungi anak didik dan tenaga pendidiknya,” pungkasnya. (aza/mzm)