Komisi D Apresiasi Program ‘Korpri Set Line’ Sebagai Hotline Pengaduan Korban Kekerasan Seksual di Surabaya

Komisi D Apresiasi Program 'Korpri Set Line' Sebagai Hotline Pengaduan Korban Kekerasan Seksual di Surabaya
Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Komisi D DPRD Kota Surabaya, Selasa (6/5/2025)

Surabaya, SERU.co.id – Kasus kekerasan seksual yang dialami pelajar perempuan di SD (Sekolah Dasar) maupun SMP (Sekolah Menengah Pertama) , mendapatkan perhatian serius dari Komisi D DPRD Kota Surabaya, yang membidangi pendidikan dan kesehatan.

Atas banyaknya peristiwa tersebut, Komisi D DPRD Kota Surabaya, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dihadiri Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI), Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB), serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PC PMII, Selasa (6/5/2025).

Bacaan Lainnya

“Pertemuan ini menjadi wadah bagi KOPRI Surabaya untuk menyuarakan keresahan terhadap meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, khususnya di kalangan usia sekolah dasar dan menengah pertama,” kata Ketua KOPRI PMII Cabang Surabaya, Nur Lailatul Fitria, Selasa (6/5) 2025).

Diterangkan bahwa, banyak korban kekerasan seksual berasal dari masyarakat menengah ke bawah yang kerap mengalami hambatan dalam melapor ke lembaga formal karena merasa takut atau tidak paham prosedur.

“Korpri menginisiasi program Korpri Set Line, sebuah hotline pengaduan bagi perempuan dan anak sebagai alternatif pelaporan yang lebih informal dan mudah diakses,” terang dia.

“Ini adalah bentuk kegelisahan kami sebagai perempuan muda di Surabaya. Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan terus meningkat setiap tahun. Kami ingin KOPRI hadir sebagai jembatan antara masyarakat akar rumput dan lembaga perlindungan formal,” imbuhnya.

Ajeng Wira Wati, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah kota dan organisasi kepemudaan seperti KOPRI dan PMII.

“Pendekatan sosialisasi harus dilakukan lebih dekat ke masyarakat melalui forum RW, Balai RW, dan Kampung Ramah Anak yang telah ada. Ia juga menyoroti pentingnya peran keluarga dan lingkungan dalam mencegah kekerasan seksual,” ucap Ajeng, dalam rapat itu.

“Bagaimanapun, kita butuh kontribusi dari teman-teman semua agar informasi tentang pencegahan kekerasan bisa diterima masyarakat secara efektif,” lanjut dia.

Sementara itu, dr. Zuhrotul Mar’ah menekankan urgensi pendidikan parenting sebagai upaya pencegahan sejak dini. Ia menyampaikan bahwa ketahanan keluarga adalah fondasi utama dalam membentuk karakter anak yang tangguh dan terlindungi dari ancaman kekerasan.

“Kalau pendidikan keluarga dan pola asuhnya baik, maka anak-anak kita akan bisa melindungi diri sendiri dari perundungan hingga pelecehan,” jelas Zuhrotul.

Ia juga mendorong agar anak-anak yang orang tuanya bekerja tetap mendapatkan perhatian melalui program perduapuluhan atau keberadaan pengganti peran ibu di lingkungan.(iki/ono)

 

 

Pos terkait