Jakarta, SERU.co.id – Penyelenggaraan Tes UTBK SNBT 2025 tercoreng oleh temuan praktik kecurangan yang semakin canggih dan sistematis. Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mengungkap adanya penggunaan kamera tersembunyi di behel gigi, kuku, kancing baju, hingga ikat pinggang untuk mendokumentasikan soal ujian secara ilegal. Panitia SNPMB menyiapkan langkah hukum terhadap pelaku kecurangan terstruktur.
Ketua Panitia SNPMB 2025, Eduart Wolok menegaskan, modus baru ini luput dari deteksi metal detector. Dimana selama ini diandalkan untuk menjaga integritas ujian.
“Kita tingkatkan pengawasan, tapi ternyata ada pihak-pihak yang menggunakan teknologi non-logam yang tidak terdeteksi metal detector,” seru Eduart dalam kanal YouTube SNPMB, Jumat (25/4/2025).
Tak hanya itu, modus lain seperti penggunaan handphone tersembunyi, remote desktop, hingga live Instagram saat ujian juga dilaporkan marak terjadi. Eduart menyatakan, investigasi tengah dilakukan dan pihak yang terbukti bersalah akan langsung didiskualifikasi.
Tak berhenti di sanksi administratif, Panitia SNPMB juga menyiapkan langkah hukum terhadap pelaku kecurangan terstruktur.
“Kami sudah rapat dan akan membawa kecurangan yang terencana ini ke ranah hukum. Ini penting untuk memberikan efek jera,” tegas Eduart.
Ia menambahkan, semua temuan akan dikaji secara mendalam setelah UTBK SNBT 2025 berakhir. Guna memastikan langkah hukum yang diambil memperkuat integritas seleksi nasional.
Kecurangan ini menjadi viral di platform media sosial X, dengan berbagai laporan netizen tentang praktik licik selama ujian. Beberapa di antaranya meliputi bocoran soal lewat link, penjualan soal, dokumentasi soal melalui kamera tersembunyi, hingga penggunaan handphone cadangan.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, turut menyesalkan kejadian ini. Menurutnya, perkembangan teknologi ibarat pedang bermata dua. Bisa digunakan untuk kebaikan, namun juga membuka peluang kejahatan akademik.
“Harapannya, nilai kejujuran dan integritas yang ditanamkan sejak sekolah tetap hidup. Baik diawasi maupun tidak,” kata Brian.
Brian menegaskan, seleksi masuk perguruan tinggi harus menjadi cerminan integritas calon mahasiswa, bukan ajang mempermalukan dunia pendidikan dengan keculasan teknologi. (aan/mzm)