Malang, SERU.co.id – Pakar Hukum dan Kedokteran UB menyoroti oknum dokter pelaku dugaan kasus pelecehan seksual. Kasus dugaan pelecehan seksual oleh dokter ini ibarat bom waktu, bernula terkuaknya salah satu oknum dokter rumah sakit di Bandung. Tak lama kemudian disusul oknum dokter lainnya di Garut, Malang dan Jakarta.
Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya (UB), Dr Fachrizal Afandi SPsi SH MH menyebut, kasus ini puncak kejahatan. Ia mengungkapkan, kasus pelecehan seksual marak terjadi karena lemahnya sistem pencegahan.
“Ini adalah puncak dari kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dengan kelainan seksual. Kuncinya ada pada sistem pencegahan,” seru Fachrizal, belum lama ini
Fachrizal menegaskan, pentingnya SOP yang ketat dalam konteks dunia medis. Hal tersebut menjadi dasar, agar tenaga medis seperti dokter tidak menyalahi kewenangannya.
“Jangan sampai dokter dan calon dokter menyalahgunakan akses terhadap obat-obatan untuk melakukan tindakan serupa di masa mendatang. Harus ada sistem pencegahan yang dibangun secara menyeluruh,” tegasnya.
Selain itu, Fachrizal menyatakan, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum dokter maupun tenaga medis harus diselesaikan secara profesional. Ia berpesan, jangan sampai kasus-kasus kekerasan seksual tidak diselesaikan karena jalur damai.
Baca juga: Terima Laporan Korban Oknum Dokter Persada Hospital, Polisi Panggil Saksi dan Kumpulkan Bukti
“Kasus-kasus seperti ini jangan diselesaikan damai. Harus ditindak secara hukum agar memberikan efek jera,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti keberadaan Undang-Undang TPKS. Menurutnya, banyak perguruan tinggi membentuk Satgas PPKS (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) pasca undang-undang tersebut disahkan.
“Satgas-satgas ini belum bisa efektif, maka perlu ada evaluasi dan penguatan. Munculnya kasus pelecehan seksual ke publik merupakan sinyal bahwa satgas tersebut belum berjalan optimal,” ungkapnya.
Meski demikian, keberadaan UU TPKS menumbuhkan keberanian korban untuk buka suara. Menurut Fachrizal, keberanian masyarakat untuk semakin terbuka merupakan tren yang positif.
Baca juga: Korban Oknum Dokter Persada Hospital Bertambah, Kuasa Hukum: Silahkan Buka Suara
“Kasus-kasus kekerasan seksual seperti ini telah lama terjadi dan bersifat laten. Namun, kini korban mulai lebih berani melapor melalui berbagai saluran, termasuk media sosial,” bebernya.
Terkait maraknya kasus pelecehan seksual, menurutnya, bukan hanya aspek sistem pencegahan yang peru diperhatikan. Namun juga mengatasi budaya patriarki yang masih menjadi akar persoalan.
Maraknya kasus pelecehan seksual oleh oknum dokter turut disorot oleh Dekan Fakultas Kedokteran UB, Dr dr Wisnu Barlianto MSiMed SpA(K). Wisnu menegaskan, lingkungan rumah sakit harus menjadi tempat yang aman untuk pasien.
“Oleh karena itu, tindakan pelecehan seksual dalam bentuk apapun, terutama dalam lingkungan pelayanan kesehatan tidak dibenarkan. Lingkungan kesehatan seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme, etika dan perlindungan terhadap pasien dan keluarganya,” tuturnya.
Baca juga: Oknum Dokter Persada Hospital Nihil Iktikad Baik, Kuasa Hukum Korban Lapor Polisi
Wisnu mengungkapkan, seorang dokter sudah disumpah sebelum berpraktik. Segala hal yang melanggar aturan, berarti juga melanggar sumpah dokter.
“Karena yang dihadapi adalah seorang manusia bukan mesin. Sehingga ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam berinteraksi dengan pasien,” ucapnya.
Dia memberikan contoh hal yang kecil ketika seorang dokter memeriksa hal yang sensitif, tidak boleh sendiri tapi harus ditemani perawat. Selain itu, pada saat akan mendaftar pendidikan dokter spesialis, ada tes MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) untuk menilai kepribadian dan psikopatologi.
“Tes itu untuk melihat keperibadian, integritas. Jadi kami sudah ada cut off-nya ya. Kalau dia kurang dari penilaiannya, maka dia tidak akan masuk,” paparnya.
Wisnu berharap, tidak terjadi lagi kasus pelecehan oleh oknum dokter di kemudian hari. Pasalnya, tindakan itu tidak patut dilakukan dan sangat mencoreng marwah profesi kedokteran. Pembelajaran etika perlu terus menerus ditekankan dalam sistem pembelajaran bagi calon dokter.
“Profesi kedokteran itu adalah profesi yang punya marwah yang baik dan menjunjungi nilai-nilai profesionalisme. Jadi saya harap ini tidak terjadi lagi dan kami berharap, semua pihak terutama dari institusi pendidikan. Agar lebih memperketat skrining dalam penerimaan mahasiswa, khususnya mahasiswa calon spesialis,” pungkasnya. (ws13/rhd)