Vonis Penjara 7 Tahun Kasus Pencabulan Anak di Jember, Terdakwa Minta Bebas

Vonis Penjara 7 Tahun Kasus Pencabulan Anak di Jember, Terdakwa Minta Bebas
Ruang Candra Pengadilan Negeri Kelas IA Jember. (Seru.co.id/amb)

Jember, SERU.co.idKasus pencabulan anak dibawah umur yang terjadi di Kecamatan Tempurejo, Jember telah memasuki tahap vonis putusan dari Pengadilan Negeri Kelas IA Jember.

Terdakwa atas nama Muhammad Yasin Magrobi (25) yang melakukan aksi pencabulan terhadap bocah berinisial XN (5) yang tak lain merupakan sepupunya sendiri, dijatuhi hukuman 7 tahun penjara.

Namun, terdakwa melalui kuasa hukumnya, Dimastya Febbyanto meminta agar kliennya itu bisa dibebaskan dengan alasan kasus tersebut tak terbukti dan kliennya dianggap tidak pernah melakukan pencabulan terhadap korban sebagaimana dimaksud dalam hasil putusan sidang.

Sidang putusan berlangsung di Ruang Sidang Candra, Pengadilan Negeri Kelas IA, Jalan Kalimantan, Kelurahan Sumbersari, Jember pada Senin siang. Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Aryo Widiatmoko dan Anggota Majelis Hakim I Gusti Ngurah Taruna dan Arman S. Herman.

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jember, Adik Sri Sumarsih mengatakan, terdakwa Yasin Magrobi dituntut 9 tahun penjara dengan denda 10 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan.

Namun putusan vonis yang diberikan oleh hakim yakni 7 tahun penjara, denda 10 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan.

Baca juga: Pemeran Video Porno Durasi 32 Menit di Jember Diamankan Polisi

“Tuntutan kami terhadap terdakwa Muhammad Yasin Magrobi yakni kita tuntut 9 tahun, denda 10 juta, subsider 6 bulan kurungan. Hari ini hakim telah memutuskan perkara atas nama Muhammad Yasin Magrobi tersebut dengan putusan selama 7 tahun, denda 10 juta subsider 6 bulan kurungan,” seru Adik, Rabu (16/04/2025) siang.

Menurutnya, dakwaan yang diberikan merujuk pada pasal 82 ayat 1 Undang-undang perlindungan anak nomor 17 tahun 2016.

Namun demikian, kata Adik melanjutkan, pihak terdakwa masih meminta waktu selama 7 hari ke depan untuk memikirkan apakah akan mengajukan banding atau menerima hasil vonis.

“Selama 7 hari sejak putusan, penasehat hukum terdakwa maupun terdakwa menyatakan sikap untuk pikir-pikir apakah mau mengajukan banding maupun menerima putusan itu. Kita tunggu saja 7 hari setelah putusan ini,” jelasnya.

Baca juga: Bocah di Jember Laporkan Baut Rel Longgar yang Membahayakan Perjalanan Kereta Api

Meski telah jatuh vonis terhadap terdakwa, Adik mengatakan bahwa putusan tersebut masih belum memiliki kekuatan hukum tetap.

“Ini sementara kan putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena kan masih ada 7 hari sejak putusan itu, apakah penasehat hukum terdakwa mau mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau tidak,” jelasnya.

“Kalau selama 7 hari sejak putusan yang bersangkutan maupun penasehat hukum tidak mengajukan upaya hukum, berarti ini sudah inkrah (tetap),” tutup Adik.

Diketahui, diduga terdakwa Yasin Magrobi melakukan aksi bejatnya pada adik sepupunya itu pada sekitar bulan November tahun 2023 lalu.

Terdakwa melakukan tindak pidana pencabulan itu di rumah neneknya dengan cara memasukkan tangannya ke alat kemaluan korban.

Kuasa Hukum Terdakwa, Dimastya Febbyanto mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah hukum lebih lanjut atas vonis yang diberikan terhadap kliennya tersebut.

“Untuk tuntutan dari jaksa penuntut umum itu 9 tahun. Kemudian tadi dari putusan yang dipersidangkan hari ini, klien kami divonis 7 tahun. Dari putusan tersebut, kami penasihat hukum, masih pikir-pikir dan kami akan mengambil tindakan upaya hukum,” kata Dimas pada wartawan.

“Pertimbangan kami untuk melakukan upaya hukum, karena dari fakta persidangan, dari saksi-saksi yang dihadirkan JPU maupun saksi a de charge (saksi yang meringankan terdakwa) maupun saksi ahli, itu semuanya tidak terbukti menurut kami,” sambungnya.

Baca juga: Niat Tolong Anak, Bapak di Jember Tewas Terseret Ombak Pantai Paseban

Menurutnya, pertimbangan yang disampaikan oleh saksi ahli dalam sidang putusan itu terlalu banyak kemungkinan dan dianggap tidak logis.

“Karena dari keterangan saksi ahli, pertimbangan dari saksi ahli itu sangat tidak logis dan banyak pertimbangan yang menyatakan kemungkinan, kemungkinan, dan kemungkinan. Bahkan saksi ahli pun berbicara, anak korban itu bisa jadi mengalami benturan jatuh maupun adanya garukan tangannya sendiri,” jelasnya.

Dimas menyebut, ada 3 poin penting yang menjadi landasan atau dasar bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan aksi pencabulan.

“Ada tiga poin, yang pertama itu karena sakit keputihan klinis berdasarkan pernyataan dokter akibat faktor kurangnya menjaga kebersihan dari orang tua korban, kemudian yang kedua adanya permasalahan dalam keluarga, dimana ada kecemburuan sosial antara orang tua korban dan orang tua terdakwa,” bebernya.

“Kemudian yang ketiga adalah tidak ada saksi mata yang melihat secara langsung kejadian pencabulan yang dituduhkan pada klien kami,” tambah Dimas.

Dimas menyebut, majelis hakim hanya mengacu pada saksi korban saat memberi putusan vonis tersebut, sehingga dirinya menganggap vonis tersebut cenderung berpihak pada korban dan tidak mempertimbangkan permintaan terdakwa.

“Karena keterangan yang menjadi acuan majelis hakim dan fakta persidangan, hanya dari keterangan saksi korban. Maka kami berpegang dengan asas testimonium de auditum, dimana tidak ada saksi yang melihat, mendengar langsung, hanya berdasarkan keterangan korban,” tutupnya. (amb/mzm)

Pos terkait