Jakarta, SERU.co.id – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatatkan defisit besar sepanjang tahun 2024, mencapai Rp9,56 triliun. Namun, pejabat BPJS menyebut angka defisit yang cukup mencolok tersebut masih ‘sehat’. Meskipun realitas di lapangan menunjukkan tanda-tanda bahwa BPJS membutuhkan lebih dari sekadar tambal sulam kebijakan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti tetap menyatakan, kondisi keuangan lembaganya masih dalam keadaan ‘sehat’. Ia berdalih, lonjakan biaya pelayanan akibat meningkatnya jumlah peserta menjadi penyebab utama membengkaknya beban keuangan.
“Unit cost pelayanan meningkat. Sementara premi yang dikumpulkan belum mampu menutup beban tersebut,” seru Ali dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR.
Ali juga menyebut, iuran BPJS Kesehatan untuk tahun 2025 belum ditetapkan. Namun sudah dalam tahap pembahasan.
“Ditunggu saja tanggal mainnya. Sekarang sedang didiskusikan, diatur dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024,” katanya, memberi sinyal kemungkinan kenaikan iuran.
Baca juga: BPJS Kesehatan Tetap Berikan Pelayanan Peserta JKN Dimanapun Selama Libur Lebaran 2025
Tak hanya itu, inflasi medis yang terus terjadi diklaim sebagai penyebab defisit. Tahun 2024, pendapatan BPJS Kesehatan hanya mencapai Rp165,73 triliun, sementara beban jaminan melonjak ke angka Rp174,90 triliun.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir mengungkapkan, ketimpangan antara pendapatan iuran dan pembayaran manfaat menjadi akar persoalan. Ia juga menyoroti, berbagai faktor lain yang memperburuk kondisi. Mulai dari rebound effect utilisasi layanan pasca pandemi, perubahan pola tarif JKN, hingga rendahnya tingkat keaktifan peserta.
Baca juga: BPJS Kesehatan Ajak Masyarakat Skrining, Deteksi Dini Penyakit Kronis
“Per Desember 2024, peserta BPJS nonaktif tercatat mencapai 55,4 juta jiwa. Tingginya jumlah peserta nonaktif ini menjadi beban tersendiri karena berdampak langsung pada minimnya iuran masuk. Ini berkontribusi besar terhadap defisit dan ini mengganggu keberlanjutan finansial,” ujarnya.
Tak kalah serius, upaya pencegahan fraud di tubuh BPJS Kesehatan pun dinilai belum optimal. Padahal, kebocoran anggaran akibat kecurangan layanan medis dan klaim palsu sudah menjadi isu klasik yang tak kunjung dituntaskan.
Dalam situasi seperti ini, Dewan Pengawas mengusulkan, beberapa strategi perbaikan. Antara lain mengaktifkan kembali peserta nonaktif, mengadopsi konsep global supply chain untuk menjamin kepesertaan JKN bagi mitra kerja. Hingga melakukan optimalisasi pengeluaran layanan kesehatan. (aan/mzm)