Sumenep, SERU.co.id – Langkah jenius Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep dalam memecahkan kebuntuan persoalan pendapatan yang rendah dari sektor pajak daerah. Yakni menggelar High Level Meeting Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (HLM-ETPD) yang diinisiasi oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sumenep.
Salah satu upaya membahas secara serius target pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2024. Acara digelar di ruang rapat Graha Aryawiraraja, lantai 2 Kantor Bupati Sumenep, Madura, Jawa Timur. Setidaknya, 27 camat dan Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) se-Kabupaten Sumenep dilibatkan.
Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo menegaskan salah satu indikator kinerja pemerintah, baik pusat maupun daerah yakni optimalisasi pajak daerah. Dengan sistem elektronifikasi transaksi pemerintah dapat memberikan transparansi sekaligus memudahkan proses evaluasi capaian pajak.
“Program ini dapat mempermudah pemerintah daerah dalam memantau capaian pajak secara real-time. Dengan digitalisasi, kita bisa melihat potret kinerja pajak, baik di tingkat desa maupun kecamatan. Sehingga ada tindak lanjut untuk meningkatkan PAD,” kata Bupati Fauzi.
Terkait Pajak bumi dan Bangunan (PBB), yang kerap menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dapat sorotan Bupati Fauzi. Menurutnya, rendahnya capaian pajak PBB dapat berdampak pada penilaian kinerja pemerintah daerah secara keseluruhan.

“Jika pendapatan pajak PBB kita rendah, otomatis nilai evaluasi kinerja pemerintah, termasuk pemerintah desa, ikut terdampak. Maka, kita harus bekerja lebih baik untuk meningkatkan capaian tersebut,” ujarnya.
Salah satu tantangan utama dalam mengoptimalkan pajak, lanjut Fauzi, intensitas komunikasi antara pemerintah desa dan kecamatan yang kurang. Selain itu kesadaran masyarakat dalam membayar pajak juga rendah.
Baca juga: Perumda Air Sumekar Sumenep Terapkan Sistem Digital Scada
“Koordinasi antara pemerintah desa dan kecamatan harus lebih intens. Pertemuan bulanan misalnya, sangat penting untuk mengevaluasi dan menyusun strategi bersama. Selain itu, perlu pendekatan yang lebih persuasif kepada masyarakat agar mereka sadar akan pentingnya membayar pajak,” ungkapnya.
Bupati mencontohkan pola pembayaran yang tidak konsisten di beberapa desa. Banyak warga yang merasa keberatan membayar pajak di waktu-waktu tertentu, terutama saat kebutuhan hidup sedang tinggi. Sebaliknya, jika pajak dipungut pada saat mereka memiliki penghasilan, seperti setelah panen, angka penerimaan cenderung meningkat.
Baca juga: Bupati Sumenep Ajukan Kenaikan UMK 6,5 Persen ke Gubernur Pasca Presiden Tetapkan Kenaikan UMN
“Bukan soal besar kecilnya pajak, tapi lebih pada waktu pengumpulan yang tepat. Ketika masyarakat sedang kesulitan ekonomi, angka sekecil Rp7.000 pun terasa berat. Sebaliknya, saat panen atau pendapatan sedang bagus, pajak menjadi lebih mudah diterima,” jelasnya.
Untuk itu, Bupati mengusulkan agar pendekatan pembayaran pajak lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan siklus ekonomi masyarakat desa. Dia juga menekankan pentingnya edukasi tentang kewajiban berbangsa dan bernegara melalui pajak. (ard/mzm)