Dirjen Diksi: SMK Tak Kalah dengan Vokasi Negara Lain

Dirjen Diksi Wikan Sakarinto sidak beberapa SMK. (ist)

Malang, SERU.co.id – Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wikan Sakarinto menyatakan, fasilitas dan kurikulum beberapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia yang sudah menerapkan link and match atau “penikahan massal” dengan Industri dan Dunia Kerja (IDUKA) tidak kalah dibandingkan sekolah vokasi di negara Jepang.

“Meski awalnya terkejut dan bingung, semuanya menyatakan senang sekali bisa kita cek langsung, mulai dari kurikulum, hingga menggali potensi produk-produk hasil karya mereka,” ungkap Dirjen Diksi Wikan Sakarinto.

Bacaan Lainnya

Menurut Wikan, kurikulum adalah syarat terpenting di dalam link and match, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia kerja, atau belum. Seperti temuan Wikan saat sidak ketiga SMK di Jawa Tengah, yaitu SMK Negeri 2 Solo, SMK WARGA Solo, dan SMK 1 Muhammadiyah Sukoharjo, Kamis (23/7/2020) lalu. Dari kurikulum yang dilihat dan cermati, ternyata ketiga SMK tersebut mereka menyusun kurikulumnya benar-benar duduk bersama dengan industri secara intensif.

Memastikan penerapan kurikulum sudah sesuai IDUKA. (ist)

“Setiap tahun dilakukan revisi kurikulum sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia kerja. Oleh Karena itu, tidak kaget kalau keterserapan lulusannya mencapai rata-rata 93 persen di ketiga SMK tersebut,” tutur mantan Dekan Sekolah Vokasi UGM ini.

Sidak ke beberapa SMK dilakukan Dirjen Diksi untuk melihat secara langsung apakah kebijakan link and match atau “penikahan massal” antara Vokasi dengan IDUKA benar-benar diterapkan oleh SMK atau tidak. “Jangan sampai kebijakan yang sudah diputuskan di pusat terkait link and match tidak dilaksanakan dengan tuntas di daerah,” katanya.

Apalagi saat ini, Kemendikbud melalui Ditjen Pendidikan Vokasi sedang meluncurkan puluhan program-program dengan total nilai anggaran sekitar Rp3,5 triliun, untuk mendorong SMK, Kampus Vokasi dan Lembaga Kursus dan Pelatihan agar makin menggenjot _link and match_ dengan industri dan dunia kerja.

“Saya mendorong link and match, atau penikahan massal antara SMK dengan IDUKA. Program wajib pertama di dalam link and match adalah kurikulum yang disusun bersama dan disetujui oleh industri. Tidak hanya disusun bersama, tetapi harus sampai pada tahap disetujui oleh pihak industri dan calon pengguna lulusan,” tegas Wikan.

Sebagai catatan, setelah mencermati masukan-masukan dari industri dan dunia kerja dalam sinkronisasi kurikulum SMK, Wikan menyatakan bahwa aspek pengembangan soft-skills siswa SMK masih harus ditingkatkan dengan sungguh-sungguh. Contohnya kemampuan berkomunikasi aktif, kepemimpinan dan manajerial. (rhd)

Pos terkait