Malang, SERU.co.id – Tim survei mitigasi bencana Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang diterjunkan ke Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur. Saat survei berlangsung, banjir setinggi hampir tiga meter akibat hujan lebat melanda. Namun, kondisi banjir tersebut justru menjadi kesempatan tim survei ITN Malang untuk mendapatkan data aktual, riil dan up to date.
Wakil Bidang Penelitian, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITN Malang, Ratri Andinisari SSi MSi PhD mengatakan, tim sudah berangkat awal Mei 2024 lalu. Keberangkatan tersebut sebagai tindak lanjut kerja sama ITN Malang dan Pemkab Mahakam Ulu. Namun Mahulu dilanda banjir, sejak Senin-Jumat (13-17/05/2024) akibat curah hujan tinggi.
“Tim survei ITN Malang saat banjir sedang ada di sana. Kami mewakili sivitas akademik ITN Malang tentunya turut prihatin. Semoga masyarakat terdampak lekas mendapat penanganan maksimal,” seru Ratri saat ditemui di ruangannya, Selasa (21/05/2024).
Ratri mengungkapkan, kerja sama ITN Malang dan Mahakam Ulu salah satunya penataan wilayah berbasis mitigasi bencana. ITN Malang menerjunkan 4 surveyor ke Mahulu untuk mencari data seputar banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan lainnya. Anggota tim tersebut merupakan alumni ITN Malang.
“Saya malam-malam mendapat kiriman foto dan video dari tim. Sempat kaget juga, banjirnya sangat tinggi, Rabu sore banjir mulai naik di perkotaan Ujoh Bilang. Dan dalam hitungan jam banjir kian tinggi, ya sempat khawatir,” bebernya.
Namun, kondisi banjir tersebut justru menjadi kesempatan bagi tim survei ITN Malang untuk mendapatkan data riil Mahulu saat banjir. Bahkan tim sempat melaksanakan survei ke beberapa titik dan mengirimkan data ketinggian banjir pada malam tersebut. Di titik depan Rumah Makan Marissa (sebelah pelabuhan), pukul 21.52 ketinggian 85 cm, pukul 23.00 ketinggian 91cm, pukul 05.00 ketinggian 2m.
“Sementara titik depan Lamin Adat (dekat rumah jabatan bupati), pukul 21.52 ketinggian 160 cm, pukul 23.00 ketinggian 2 m, dan pukul 05:00 ketinggian 2.7 m. Rencananya, tim survei mengambil data mitigasi bencana banjir di beberapa titik. Sementara untuk survei akan dilakukan per kecamatan, sehingga saat banjir, tim bergerak cepat melakukan survei langsung per kecamatan,” terang Ratri.
Dijelaskannya, simulasi mitigasi bencana banjir bisa dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder. Seperti mencari data historis banjir di kecamatan-kecamatan berupa ketinggian banjir tahun-tahun sebelumnya dan frekuensi kejadian banjir. Kemudian parameter lain dihubungkan dengan data curah hujan dan korelasinya dengan kejadian bencana lainnya, seperti tanah longsor.
“Untuk kecamatan yang belum ada data, tim mengukur dari bekas banjir di dinding bangunan dan sebagainya. Ada data-data yang harus diambil ke lapangan secara langsung, tetapi saat di sana ternyata terjadi banjir. Jadi mereka sekalian mengukur ketinggian banjir, tentunya dengan tetap memperhatikan keselamatan,” ujar alumnus doktoral National Central University (NCU) Taiwan ini.
Menurutnya, dokumen penataan berbasis mitigasi bencana tersebut berguna untuk mensimulasikan potensi banjir di Mahulu dalam kurun waktu tertentu. Informasi ini dibutuhkan untuk meng-update dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Mahulu. Jadi semakin banyak data historis banjir didapat dan parameter diikutkan, maka simulaisnya semakin akurat.
“Hasil kajian ini nantinya akan digunakan oleh Dinas PUPR Mahulu dalam melihat daerah mana saja yang akan terpapar bencana dalam jangka waktu 20 tahun ke depan. Setiap 20 tahun harus ada RTRW baru, dengan pembaharuan 5 tahun sekali,” lanjutnya.
Terakhir, data yang diambil langsung saat terjadinya banjir akan dapat menambah validitas data. Harapannya bisa menghasilkan dokumen berguna untuk Mahulu, sehingga pembangunan bisa selaras dengan kondisi alam. (afi/mzm)