• Usung kearifan lokal, Lalu Mulyadi dikukuhkan jadi guru besar
Kota Malang, SERU – Bentuk suatu bangunan masa lampau menjadi kekayaan budaya suatu daerah. Atau kini dikenal dengan sebutan kearifan lokal. Dibalik model tersebut, ternyata tak lepas dari gaya khas bangunan yang mengejawantahkan ciri khas dan tradisi budaya masyarakatnya.
Di era kekinian, bentuk bangunan masa lampau tersebut akhirnya menjadi warisan budaya, sekaligus karya kekayaan intelektual bidang arsitektur di masanya. Tentunya, hal ini menjadi keanekaragaman budaya arsitektur di Indonesia, yang menjadi guideline dalam pengembangan sebuah kota yang berkelanjutan.
“Sayangnya masih banyak kota yang tidak memperhatikan kearifan lokal dalam mengembangkan kotanya. Seharusnya kearifan lokal bisa menjadi acuan dalam membentuk, memberikan karakter, maupun menjadi identitas dari kota tersebut,” sebut Prof Dr Ir Lalu Mulyadi, MT, usai dikukuhkan sebagai Guru Besar di bidang Ilmu Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional (ITN) di aula ITN, Sabtu (18/1/2020).
Guru besar kedua di ITN dan pertama di bidang Arsitektur ITN ini, mengangkat tema ‘Arsitektur Kota Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal’ sebagai judul orasi ilmiahnya untuk membangkitkan kembali rasa cinta Tanah Air, budaya dan peninggalan nenek moyang.
Diharapkan nantinya, seorang arsitek mampu memberikan kontribusi keilmuannya mewariskan arsitektural kota dengan terencana baik, sehingga mampu menjaga kearifan lokal sebagai warisan luhur pada generasi mendatang. “Kalau kita akan membangun sebuah kota, sebagai arsitektur harus bisa melihat dengan jelas identitas atau karakteristik kota itu sendiri, terutama bagaimana bentuk arsitekturnya,” beber Lalu, sapaan akrab mantan rektor ITN berusia 60 tahun ini.
Prof. Lalu menyebutkan, di wilayah Malang sendiri pengembangan kotanya sudah mulai memperhatikan kearifan lokal dengan mempertahankan bangunan-bangunan kolonial yang ada di kota Malang. Sekaligus memasukkan dalam database bangunan dan kawasan Heritage atau Cagar Budaya sebagai aset sekaligus warisan budaya Kota Malang. “Kota Malang jika betul-betul konsentrasi mempertahankan kearifan lokal, maka bisa dijadikan percontohan di Indonesia,” optimis guru besar yang mengurus gelar profesornya pada 9 Agustus 2019 dan SK nya turun pada 1 September 2019.
Pengukuhan Guru Besar ini sekaligus sebagai rangkaian acara Dies Natalis ke-51 ITN, yang akan dimulai pada bulan ini hingga Agustus mendatang. Dies Natalis ITN Malang tahun ini mengusung tema Merajut Budaya Sebagai Perekat Bangsa. “Merajut Budaya sebagai Perekat Bangsa itu kita ambil karena kita lihat di lapangan banyak generasi muda yang belum tahu banyak tentang bagaimana susahnya menyatukan bangsa,” ungkap Dr Ir Kustamar MT, Rektor ITN Malang.
Kustamar mengatakan, ITN Malang berupaya menjadikan model budaya bangsa sebagai perekat masyarakat Indonesia. “Tujuannya, agar menjadi embrio pembentukan karakter cinta bangsa itu bisa dimulai dari kampus ITN Malang. Pasalnya, mahasiswa ITN berasal dari berbagai daerah dengan agamanya juga bermacam-macam,” papar mantan Wakil Rektor I di periode sebelumnya ini.
Kustamar juga optimis bahwa ITN Malang akan dapat menularkan karakter cinta bangsa kepada kampus-kampus lainnya yang ada di Indonesia. Dengan mengusung beragam rangkaian acara Dies Natalis ke-51 ITN Malang, seperti pameran teknologi, reuni hingga berbagai macam lomba yang juga diperuntukkan untuk siswa SMA dan SMK. (rhd)