Kota Malang, SERU – Korupsi merupakan tindak kejahatan yang harus dilawan oleh segenap bangsa Indonesia. Pasalnya, korupsi dituding sebagai salah satu penyebab kerusakan bangsa Indonesia saat ini. Tak hanya di sektor ekonomi, namun hampir semua sektor menjadi lahan basah koruptor demi tujuan keuntungan diri sendiri dan kelompoknya, hingga menyengsarakan seluruh rakyat Indonesia.
PP Muhammadiyah menyatakan perang pada tindakan korupsi. Menuntut pemerintah dan legislatif, serta beberapa lembaga negara agar transparan. Contoh terbaru terkuaknya KPU melalui OTT, menunjukkan intransparansi birokrasi lembaga negara, termasuk KPU.

“Ini menunjukkan kontrol internal lemah, disisi lain ada penumpangan kepentingan dari oknum parpol. Padahal KPU dan Parpol adalah pilar demokrasi yang menjunjung kejujuran, bukan sebaliknya destruktif,” masygul Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr M Busyro Muqoddas, SH, MHum, usai membuka Semiloka dan Penganugerahan “MPM Produktif dan Inovatif”, di GKB IV lantai 9 UMM, Jumat (10/1/2020) sore.
Menurutnya, harus ada koreksi total aspek hulu dan hilir. Tidak cukup pelaku mundur dan dihukum. Namun harus ada revisi UU KPU terkait pelaksanaan Pemilu, baik Pilkada, Pileg dan Pilpres. “Saya melihat ada yang salah di aspek hulu dengan UU tersebut. Karena modal politiknya besar. Namun juga tidak harus buru-buru, kalau Mendagri tiba-tiba memutuskan agar Pemilu ke depan tidak langsung, atau lewat DPR. Tidak sesederhana itu. Karena jangan-jangan malah pemodalnya justru lebih mudah bermain,” tegas mantan Ketua KPK periode 2010-2011 di era Presiden SBY ini.
Pun terkait pemberian remisi kepada koruptor, mantan Ketua Komisi Yudisial pertama ini, menyebut ada perlakuan tidak adil. Terutama terkait pemberian grasi oleh Jokowi kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, yang terjerat kasus korupsi alih fungsi lahan. Disebut-sebut alasan pemberian grasi berupa potongan masa hukuman 1 tahun, karena alasan kemanusiaan tersangka berusia 78 tahun, dan menderita sakit berkepanjangan.

“Alasan Pak Jokowi kan HAM, karena Annas Maamun sudah sepuh. Kalau alasan HAM dan sudah sepuh, Abu Bakar Ba’asyir kan juga sudah sepuh (81 tahun)? Jadi alasan itu cuma alasan kamuflase politik. Itu tidak adil. Abu Bakar Ba’asyir tidak diberikan grasi. Jika mau adil, ya harus sama (diberikan),” seru peraih penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) pada 2008 ini.
Untuk itu, Busyro menyebut, Muhammadiyah akan melakukan kajian akademik multi disiplin, baik studi entropolgi politik, sosiologi, psikologi, dan lainnya. Melalui kajian tersebut, nantinya Muhammadiyah akan memberikan rekomendasi. “Tidak bisa sporadis, karena problemnya kompleks,” sebut pria kelahiran Yogyakarta, 17 Juli 1952 ini.
Busyro juga menyebut, dibutuhkan peran kampus dalam mencerdaskan dan memberdayakan independensi atas alienasi isu-isu administrasi kampus. “Terjadi rezim administrasi, sehingga civitas akademika mengalami pelemahan. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, harusnya merdeka. Jangan terlalu banyak diurusi oleh pemerintah. Contohnya pemilihan rektor, bukan ranah menteri atau presiden. Karena itu akan menjadi politisasi dan makin rumit,” tegas Busyro.

Menurutnya, kebanyakan menteri adalah titipan parpol. Padahal seharusnya menteri harus bisa memilah mana urusan akademis, mana urusan parpol. “Kembalikan pada marwah kampus, yaitu Senat. Karena Senat adalah orang-orang pilihan. Jangan direcoki! Kampus harus independen,” tandasnya.
Selain Busyro Muqaddas, acara bertajuk 1st Community Enpowerment Forum Best Practice dan Milestone Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah ini juga dihadiri M Nurul Yamin (Ketua MPM PP Muhammadiyah), Fauzan (Rektor UMM), perwakilan Menko PMK, perwakilan Menteri Pertanian, perwakilan Menteri Kelautan dan Perikanan, dan 150 peserta yang terdiri dari unsur PP Muhammadiyah, Pengurus MPM PP dan Konsultan, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) se-lndonesia yang membidangi MPM, MPM PWM dan MPM Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) terpilih, LP3M/LPPM Perguruan Tunggi Muhammadiyah se-Jatim, Ketua BPH UMM, Fasilitator MPM PP, mitra penerima manfaat dampingan MPM, Warek UMM, dan Direktur Pasca UMM. (rhd)