Ada Kuda Lumping dan Bantengan Dalam Pendidikan Pesantren Rakyat Al-Amin

Salah satu santri Pesantren Rakyat saat mengambil wudhu. (ws5) - Ada Kuda Lumping dan Bantengan Dalam Pendidikan Pesantren Rakyat Al-Amin
Salah satu santri Pesantren Rakyat saat mengambil wudhu. (ws5)

Malang, SERU.co.id – Sempat dicibir karena apa yang digagas dinilai tak mencerminkan budaya pesantren, tidak membuat KH Abdullah SAW mengurungkan niatnya mendirikan pondok pesantren (Ponpes). Bahkan setelah 14 berdiri, kini Pesantren Rakyat yang didirikan tetap berjalan dan diterima masyarakat.

KH Abdullah SAM mendirikan Pondok Pesantren Rakyat Al-Amin pada Rabu, (25/6/2008). Pesantren ini memiliki kurikulum pendidikan yang sangat unik, yaitu basis kerakyatan.

Bacaan Lainnya

“Kerakyatan yang dimaksud adalah sebagai dasar dari dinamika kehidupan sebenarnya. Kita tak hanya merangkul satu-dua golongan saja, tidak tebang pilih, semua kami rangkul,” seru KH Abdullah.

Alasan memilih kurikulum dengan basis kerakyatan, lanjut Kiai Abdullah karena dapat bergerak ke komunitas-komunitas kecil.

Ia menekankan, pesantren tersebut didirikan untuk menyantrikan rakyat, ngaji kebutuhan rakyat, pertemuan atau diskusi ala rakyat.

“Semunya ala rakyat, jagongan sama siapapun. Cuma kita tumpangi dengan nilai-nilai keislaman, dengan ajaran Ahlussunah Wal Jamaah,” kata KH Abdullah.

Beberapa fasilitas Pesantren Rakyat yang digunakan untuk pembelajaran para santri. (ws5)

Sebagai pendekatan kepada masyarakat, ia menggunakan media budaya lokal yang digemari. Selain itu, ia juga menggunakan aspek ekonomi sebagai pemberdayaan masyarakat.

“Yang tak jadikan media untuk pendekatan ke masyarakat adalah budaya dan ekonomi, ada gamelan, kuda lumping, bantengan juga pencak silat. Untuk perekonomian, ada pertanian, pelatihan dan macam-macam,” pungkasnya.

Pria yang akrab disapa Kyai Sableng menambahkan, awalnya dirinya sering mendapatkan cibiran dari beberapa pihak. Pasalnya, konsep yang dibawa oleh Kyai Sableng menurut mereka tidak mencerminkan budaya pesantren.

“Meskipun stigma masyarakat (sebagian) terhadap budaya tersebut terkesan jelek, bahkan ada yang bilang saya sesat. Cuman saya dakwah dengan cara bil hal (tindakan), tidak sekedar bicara saja,” tandas KH Abdullah.

Ia mengatakan, sebab orang-orang seperti itulah yang perlu dirangkul. Orang-orang kecil yang tidak mendapatkan akses ke dunia pendidikan, juga ia tampung.

“Ini harus ada kanalisasi terhadap mereka, kalau bukan kita siapa lagi. Toh minat dari mereka pun sangat tinggi, dengan konsep kerakyatan yang kita gagas tersebut,” pungkasnya.

Dirinya menuturkan, hasil yang didapatkan pun betul dirasakan oleh warga sekitar. Pasalnya, pesantren juga menjunjung nilai-nilai gotong royong.

“Ya itu tadi dakwah bil hal, akhirnya hingga sekarang kehadiran Pesantren Rakyat pun dirasakan oleh semua pihak,” tutupnya. (ws5/ono)


Baca juga:

Pos terkait