Walikota Ajak Arsitek Munculkan Heritage Khas Malang

Walikota Malang Sutiaji, memaparkan konsep Kayutangan, dan mengajak akademisi dan praktisi mengatakan arsitektur khas Malang. (rhd)

Kota Malang, SERU – Keseriusan Pemkot Malang dalam mengangkat Kayutangan sebagai pusat cagar budaya dari 32 bangunan cagar budaya di kota Malang, dipaparkan dihadapan anggota Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI), akademisi Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT-UB) dan para pakar bangunan bersejarah dari berbagai daerah dan dunia, dalam “Internasional Conference of Heritage and Culture in the Integrated Urban Context 2019 (HUNIAN 2019), di Auditorium Prof Ir. Suryono Gedung Dekanat FT-UB, Kamis (24/10/2019).

Baca Lainnya

Konferensi internasional yang diinisiasi oleh jurusan Arsitektur FT-UB ini, bertujuan untuk mempertemukan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan, konservasi, dan pengelolaan kota-kota bersejarah. “Para peneliti dari universitas, pemerintah baik pusat maupun daerah, LSM, swasta dan kelompok masyarakat akan berbagi pemikiran dan pengetahuan mengenai pengelolaan dan pengembangan warisan budaya yang ada di lingkungan dan kota masing-masing,” ungkap Wakil Rektor IV UB, Prof Dr Ir Moch Sasmito Djati MS., dalam sambutannya, didampingi Dekan FT-UB, Prof Dr Ir Pitojo Tri Juwono, MT.

Salah satunya, Walikota Malang, Drs H Sutiaji, memaparkan bagaimana pengembangan dan pengelolaan kota Malang sebagai salah satu kota bersejarah dan memiliki kekayaan warisan budaya di Indonesia. “Perlu upaya serius dalam menjaga cagar budaya. Saat ini, ada 32 bangunan cagar budaya dalam 12 kawasan Heritage di Kota Malang. Pemerintah tidak bisa sendiri, harus melibatkan semua pihak, diantaranya komponen Pentahelix,” seru Sutiaji.

Pria nomor satu di jajaran Pemkot Malang ini, mengatakan, pernah dibuat kebijakan agar ketinggian bangunan di Kota Malang dibatasi, semata karena mempertahankan pemandangan alam dan naturalis Kota Malang. “Bangunan di Kota Malang tidak usah tinggi, karena yang dijual adalah viewnya dengan bukit dan gunung. Namun saat dibatasi, investor enggan menanamkan investasinya. Akhirnya dibatasi tinggi maksimal bangunan 20 lantai. Dari situ, investor masuk,” terang Sutiaji.

Para pemateri HUNIAN 2019. (rhd)

Terkait Kayu tangan, sebagai pusat cagar budaya di Indonesia, Sutiaji menjabarkan secara teknis sederhana, diharapkan ada peran praktisi arsitektur dalam sinergi mewujudkan nuansa heritagenya. Dimana tahap awal, menggunakan dana Rp 34 milyar dari pusat, bertahap 2019 lelang, 2020 dibangun, dan 2021 selesai. “Nantinya, Kayutangan akan dibuat satu jalur dari utara saja. Aspalnya akan diganti menggunakan batu dari Jawa Barat, dan terhubung ke Alun-alun Tugu/Balaikota hingga stasiun. Nah, kami butuh masukan dari IAI, FT-UB, dan elemen masyarakat yang bisa mengangkat karakter arsitektur khas Malang. Nantinya tak hanya Kayutangan, akan ada heritage-heritage di kawasan lainnya di Kota Malang,” beber Sutiaji.

Sutiaji juga mencontohkan bangunan Museum Bentoel yang dibangun pada tahun 1994. Banyak pihak yang menyangka sebagai cagar budaya, karena arsitekturnya jaman lama lantaran konsepnya museum. Bisa jadi hal tersebut diterapkan di Kayutangan bersanding dengan cagar budaya sesungguhnya. Seperti toko Oen, dimana dulunya kawasan tersebut sebagai pusat perekonomian. “Nantinya, transaksi akan menggunakan e-money. Harapannya, milenial dan Heritage akan dipadukan. Sehingga akulturasi budaya tidak akan luntur. Perekonomian akan dipusatkan di sekitaran Sarinah dan Oen. Nuansanya budaya, namun perkembangan perekonomiannya milenial,” tandas Sutiaji.

Tampil pula beberapa pembicara dari beberapa negara, di antaranya Prof Julaihi Wahid (Universiti Sarawak Malaysia), Prof Johanes Widodo (National University Singapura), Prof Shinji Ikaruga (Yamaguchi University Jepang) dan Prof Ulrike Brig (TU Win Swedia).

Selain itu, sebanyak 33 makalah hasil riset dari beberapa peneliti berbagai universitas di Indonesia turut memaparkan hasil kajiannya, di antaranya dari Universitas Pancasila, Universitas Diponegoro, Universitas Palangka Raya, Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Brawijaya sebagai tuan rumah. (rhd)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *