KBP Nguri-uri ‘Riyayan Kupatan’ Tradisi Setelah H+7 Lebaran

Kupat sebagai hidangan wajib di 'Riyayan Kupatan'. (ws1) - KBP Nguri-uri 'Riyayan Kupatan' Tradisi Setelah H+7 Lebaran
Kupat sebagai hidangan wajib di 'Riyayan Kupatan'. (ws1)

Malang, SERU.co.id – ‘Riyayan Kupatan’ atau lebih sering disebut Hari Raya Ketupat dilaksanakan H+7. Kampung Budaya Polowijen (KBP) mengemas acara tersebut dengan halal bi halal, saling bermaaf-maafan dan menyantap ketupat bersama.

Penggagas KBP, Isa Wahyudi mengatakan, acara inti ‘Riyayan Kupatan’ dengan saling bermaaf-maafan tanpa bersalaman dan mengumpulkan makanan ketupat. Kemudian doa bersama untuk keselamatan dan kebaikan.

Bacaan Lainnya

“Ini (kupatan) adalah acara lebaran di hari ke-7. Warga kita ajak membuat ketupat dan kemudian ketupat ini kita makan secara bersama-sama,” seru Ki Demang, sapaan Isa Wahyudi.

Pihaknya menuturkan, menggunakan ketupat sebagai hidangan mengandung filosofi di dalamnya. Warna putih sebagai bentuk kemurnian hati setelah satu bulan penuh berpuasa. Ditambah saling bermaaf-maafan. Tradisi tersebut di KBP akan terus dilestarikan agar tidak punah.

“Kita jaga yang sebenarnya tradisi ini mulai luntur di masyarakat,” bebernya.

Menurutnya, ‘Riyayan Kupatan’ merupakan ajaran Kanjeng Sunan Kalijogo. Istilah ‘Riyayan Kupatan’ itu hanya ada di acara Lebaran/Idul Fitri. Berpuasa enam hari setelah hari pertama bulan Syawal dalam kalender hijriyah.

Masih menurut Ki Demang, sebenarnya ‘Kupatan’ tidak di hari pertama lebaran. Banyak masyarakat yang belum faham. Sehingga kegiatan ini sekaligus mengedukasi masyarakat. Tidak hanya warga sekitar, namun juga beberapa komunitas yang turut hadir.

“Kita mengundang warga masyarakat lain, KBP, masyarakat sekitar, komunitas-komunitas untuk menyaksikan kegiatan tradisi di KBP ini. Masih terawat, dan bisa dicontoh oleh kampung-kampung yang lain,” tandasnya.

Dikemas dengan halal bi halal oleh KBP. (ws1) - KBP Nguri-uri 'Riyayan Kupatan' Tradisi Setelah H+7 Lebaran
Dikemas dengan halal bi halal oleh KBP. (ws1)

Sementara Kabid Destinasi Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kota Malang, Fitria Novelita mengungkapkan, kegiatan ini adalah cara nguri-uri (mempertahankan, red) warisan leluhur. Meski terbatas oleh pandemi, tetap bisa lestari dengan protokol kesehatan ketat.

“Kalau bukan kita siapa lagi, saya yakin kalau di KBP mesti banyak yang hadir. Keterbatasan situasi pandemi kita maklumi, tapi tidak mengurangi semangat,” ungkap Fitria.

Pihaknya mengapresiasi kegiatan yang diselenggarakan oleh KBP. Tidak hanya satu kegiatan tersebut, namun bisa berkelanjutan dikemudian hari. Potensi yang ada harus terus dimaksimalkan.

“Saya mengapresiasi kegiatan seperti ini rutin dilakukan oleh KBP. Saya berharap bisa terus dilakukan,” pungkasnya. (ws1/rhd)


Baca juga:

disclaimer

Pos terkait