Malang, SERU.co.id – Magang adalah progam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk meningkatkan kompetensi praktik di Lapangan. Kerjasama dengan pihak instansi maupun industri menjadi simbiosis mutualisme. Seperti dua siswi SMKN 5 Malang magang di Kampung Budaya Polowijen (KBP) dengan keterampilan membatik.
Pengurus Wakil Ketua I dan Penanggung Jawab Kria Batik KBP, Titik Nur Fajriyah mengatakan, progam KBP menerima siswa magang ini masih perdana. Sebelumnya hanya mahasiswa yang belajar di tempatnya.
“Setelah ini selesai, dalam waktu berjalan akan dievaluasi. Ketika hasilnya bagus, maka akan ditambah empat atau enam orang,” seru Titik Nur Fajriyah, di salah satu rumah KBP.
Pihaknya mengaku, progam magang dari sekolah tersebut, rencananya dijalankan selama enam bulan. Selain mempunyai pengetahuan, siswa juga dituntut memiliki keterampilan. Dua siswi ini kebetulan rumahnya dekat dengan lokasi. Daripada keluar jauh-jauh, akhirnya magang di tempat KBP.
“Kebetulan mereka anak-anak kami, jadi tidak magang di luar, tapi magang di tempat kami,” ungkapnya.
KBP sendiri mengaku, tidak hanya sebatas membatik saja, tapi juga bermacam tambahan pengetahuan. Kedepan anak-anak akan diajak ke tempat-tempat pembatik lain. Kemudian selama periode berjalan ini, anak-anak juga akan diikutkan sertifikasi profesi kompetensi.
“Nantinya, mereka benar-benar diakui (sebagai) seorang pembatik melalui uji kompetensi yang dilakukan oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi),” terangnya.
Hal tersebut sangat penting dalam dunia industri, sebagai legalitas profesi yang nantinya akan bermanfaat. Selain itu, ikut memproduksi batik bisa menambah pemasukan meski tidak banyak.
“Memang harus diikutkan mas, paling tidak anak-anak semakin melancarkan kemampuannya, juga ikut produksi mendapatkan semacam imbal balik,” tuturnya.
Sementara, siswi SMKN 5 Malang, Rasya Tria Afiana mengatakan, awalnya masih canggung dan belum terbiasa membatik. Karena selama pandemi tidak ada kegiatan sama sekali di sekolah.
“Kalau awalnya kali, karena tidak bisa membatik. Tapi lama-kelamaan sudah bisa. Karena sekolah tidak masuk, dengan membatik dapat menambah wawasan,” ungkap siswi yang rumahnya di Polowijen ini.
Disebutkannya, belajar batik di sekolah tidak maksimal, apalagi semenjak sekolah daring. Praktis hanya teori yang didapatnya. Alasan memilih magang di KBP, karena tidak jauh dari rumahnya alias masih tetangga.
Lain halnya, Diah Ayu Nur Hidayah yang juga siswi magang mengatakan, kesulitan dalam proses membatik. Saat mencantingnya tidak pas sampai harus mengulanginya kembali, belum lagi panas yang ditimbulkan.
“Susahnya kalau tidak nembus nyantingnya itu harus mengulangi lagi dan kalau kena tangan panas,” tandas siswi jurusan Kria Tekstil ini. (ws1/rhd)