Wamen Komdigi Sebut Peran Generasi Muda Indonesia Menuju Kemandirian AI

Wamen Komdigi Sebut Peran Generasi Muda Indonesia Menuju Kemandirian AI
Wamen Komdigi, Nezar Patria SFil MSc MBA menyampaikan materinya. (rhd)

Malang, SERU.co.id – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) memberikan kuliah tamu kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (Filkom UB). Mengusung materi ‘Indonesia Menuju Kemandirian AI: Strategi Nasional dan Peran Generasi Muda’ di Auditorium Algoritma Filkom UB, Jumat (19/9/2025).

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Nezar Patria SFil MSc MBA menyampaikan, AI ibaratnya sebagai password. Dimana nantinya semua aktivitas berhubungan dengan beragam teknologi sebagai bagian perkembangan zaman.
AI mengalami evolusi dari waktu ke waktu, dimana saat ini trend AI dari Generate AI menuju Physical AI.

Bacaan Lainnya

“Sejak tahun 2010 hingga saat ini, Generative AI menandai fase pergeseran besar dari aturan yang diprogram sebelumnya menuju pembelajaran dari data. Munculnya big data dan deep learning memungkinkan model untuk mengenali pola-pola yang kompleks,” seru Nezar.

Selanjutnya, dari masa kini ke masa depan, Physical AI menjembatani kesenjangan antara dunia digital dan fisik. Physical AI mengintegrasikan AI dengan robotika, memungkinkan sistem cerdas untuk merasakan, bernalar dan bertindak di dalam lingkungan dunia nyata.

Persaingan Geopolitik antara AS dan Tiongkok dalam AI

“Bahkan persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan Tiongkok bersaing memperebutkan dominasi AI. Meski kedua negara memiliki pendekatan yang cukup berbeda dalam pengembangan AI,” timpal Nezar.

Menurutnya, AS mengandalkan sektor swasta yang digerakkan oleh pasar, dimana inovasi didorong oleh raksasa teknologi dan didukung oleh modal ventura. Tata kelola AI cenderung berfokus untuk menyeimbangkan inovasi dengan
perhatian terhadap privasi data, bias dan keamanan nasional.

“AS memiliki misi membentuk tata kelola AI global yang didasarkan nilai-nilai keterbukaan, demokrasi dan hak asasi manusia,” jelasnya.

Di sisi lain, peran negara lebih kuat dalam pengembangan AI di Tiongkok, AI dipandang sebagai prioritas nasional. Sehingga pemerintah mengarahkan sumber dayanya memperkuat pengembangan AI. Dalam tata kelola AI, Tiongkok lebih proaktif dalam menerapkan peraturan AI yang komprehensif.

“Sering kali dengan fokus pada kontrol negara dan stabilitas sosial. Lalu, pada tata kelola AI global, Tiongkok menghadirkan visi alternatif yang berpusat pada kedaulatan negara dan pendekatan
no-strings-attached,” tegasnya.

Urgensi Pengembangan AI Dalam Negeri

Nezar mengatakan, di tengah persaingan AI global, Indonesia tidak boleh pasif. Namun perlu mengambil langkah untuk mengembangkan AI dalam negeri untuk kepentingan nasional Indonesia. Langkah-langkah tersebut, di antaranya:

  • Pertama, dengan pengembangan AI dalam negeri, membuka potensi peningkatan produktivitas untuk berbagai sektor prioritas. Indonesia berpotensi membuka kapasitas produksi sebesar USD 243 miliar dari pemanfaatan Gen AI, dengan sektor-sektor paling banyak menyumbang peningkatan produktivitas ini adalah manufaktur (34%), konstruksi (16%), dan retail (12%).
  • Kedua, dapat mengembangkan AI sesuai dengan kebutuhan, sehingga mempertimbangkan aspek-aspek spesifik. Termasuk data, kondisi sosio-ekonomi, serta kekayaan bahasa dan budaya. sehingga mampu menghasilkan inovasi yang tepat sasaran.
  • Ketiga, pengembangan AI dalam negeri dapat membantu mitigasi risiko geopolitik, mengurangi ketergantungan padanteknologi dari negara maju dan menjamin keamanan data. Serta mengurangi risiko serangan siber.

Peluang dan Tantangan Pengembangan AI Dalam Negeri

Indonesia berpeluang dalam pengembangan AI dalam negeri, mengingat pertumbuhan penduduk yang pesat, sehingga menjadi modal bagi pertumbuhan talenta digital. Hingga 2030, pemerintah menargetkan untuk mencetak 9 juta talenta digital.

“Semangat ini didukung oleh antusiasme masyarakat yang tinggi dalam mengadopsi teknologi AI, terlihat dari meningkatnya
penggunaan AI dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu, Indonesia memiliki beragam isu lokal dari ketimpangan akses pendidikan, pertanian tradisional, hingga tantangan layanan kesehatan di daerah terpencil. Sekaligus menjadi ladang inovasi bagi solusi AI, karena tantangan ini banyak dialami negara berkembang lainnya,” tandasnya.

Dukungan sivitas akademika Universitas Brawijaya

Sementara itu, Rektor UB, Prof Widodo menyampaikan, lulusan perguruan tinggi sebesar 1 juta per tahun. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri, agar bisa lulusan bisa mandiri, baik bekerja maupun wirausaha.

Wamen Komdigi foto bersama sivitas akademika UB dan Filkom UB. (rhd)

“Perkembangan teknologi saat ini tak lepas dari perkembangan Artificial Intelegence sebagai aplikasi yang memudahkan kerja sehari-hari. Dengan kemampuan menguasai AI, lulusan memiliki bekal yang belum tentu semua orang bisa melakukannya,” ucapnya.

Menurutnya, kemampuan tersebut dapat dikolaborasikan dengan pihak eksternal, misal sebagai AI Talent Factory. Peluang AI Talent Factory ini telah dikerjasamakan dan dijalankan oleh Kemkomdigi bersama UB. Bahkan UB disebut menjadi yang pertama dalam menjalankan proyek AI Talent Factory.

“UB memiliki infrastruktur yang cukup lengkap, serta lebih dulu melakukan sejumlah riset dan pengembangan. Inilah yang dibutuhkan oleh banyak institusi, lembaga dan perusahaan lainnya,” tandasnya. (rhd)

 

Pos terkait