Pemkot Malang Godok PBJT Mamin, Omzet Kuliner Dibawah Rp15 Juta Bebas Pajak

Pemkot Malang Godok PJBT Mamin, Omzet Kuliner Dibawah Rp15 Juta Bebas Pajak
Salah satu usaha kuliner warung di Kota Malang. (bas)

Malang, SERU.co.id – Pemkot Malang terus menggodok aturan terbaru terkait Ranperda PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). Salah satu poin yang dibahas, terkait perubahan PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu) bagi pelaku usaha makanan dan minuman.

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat menyampaikan, apresiasinya terhadap sinergi yang telah terjalin antara eksekutif dan legislatif. Memang dibutuhkan kolaborasi sebagai menjadi kunci utama terselesaikannya pembahasan regulasi ini.

Bacaan Lainnya

“Proses penyusunan Ranperda ini tidaklah mudah. Namun berkat kerja sama yang baik antara pihak eksekutif dan legislatif, seluruh tahapan dapat terlaksana dengan baik,” seru Wahyu, Rabu (11/6/2025).

Wali Kota Malang dan Pansus Ranperda PDRD menjelaskan, alasan perubahan aturan PBJT mamin. (bas)

Orang nomor satu di jajaran Pemkot Malang itu menilai, kebijakan sebelumnya memberatkan pelaku usaha kuliner. Dalam Perda lama, ambang batas minimal PBJT mamin (Pajak Barang dan Jasa Tertentu) dikenakan bagi pelaku usaha beromzet Rp5 juta.

“Ini bentuk keberpihakan saya kepada pelaku UMKM. Karena visi misi saya terkait pemberdayaan masyarakat, sehingga diajukan perubahan terkait Perda tersebut,” ungkapnya.

baca juga: Bapenda Kota Malang: 900 Pengusaha Warung Makan Bakal Dibebaskan Pajak Seiring Perubahan Regulasi

Dalam laporan Pansus, Ketua Pansus DPRD, Indra Permana mengungkapkan, ambang batas penerapan pajak bagi usaha kuliner sudah dinaikkan. Jika sebelumnya pelaku usaha dengan omzet minimal Rp5 juta dikenai wajib pajak, tidak dengan kali ini.

“Untuk PBJT mamin yang awalnya dikenakan bagi pelaku usaha beromzet Rp5 juta, sekarang naik ke angka Rp15 juta. Ambang batas ini merupakan angka yang realistis,” kata dia.

Anggota Komisi B DPRD Kota Malang itu menekankan, pihaknya harus menjaga keseimbangan bagi Kota Malang. Jangan sampai penetapan aturan hanya berfokus pada sisi masyarakat saja.

“Memang masyarakat harus kami perhatikan. Tetapi keseimbangan fiskal Kota Malang juga harus menjadi fokus,” tegasnya.

Indra mengatakan, pansus memiliki suatu tujuan yang baik. Dalam perubahan Ranperda PDRD, pihaknya mengakomodir aspirasi masyarakat.

“Kami mengakomodir keinginan masyarakat, terutama masyarakat kecil sekaligus mengakomodir kepentingan Pemkot Malang. Harus ada keseimbangan,” ungkapnya.

Terkait penetapan ambang batas minimal omzet, Pansus telah berdiskusi dengan para ahli, komunitas UMKM dan pengusaha. Menurutnya, ada banyak pertimbangan yang melandasi poin perubahan tersebut dari diskusi yang telah dilakukan.

“Insyaallah, dengan ketetapan Rp15 juta ini menjadi titik yang sangat pas sekali. Kami sangat optimis, hal ini tidak akan berdampak pada penurunan PAD (Pendapatan Asli Daerah),” ujarnya.

Indra optimis, Bapenda Kota Malang mampu menjaga keseimbangan fiskal daerah. Dengan kapasitas yang dimiliki, akan dapat memaksimalkan PAD dengan pajak dan retribusi yang masuk.

“Dengan perubahan batas omzet untuk usaha mamin ini, belum diproyeksikan seberapa besar peningkatan PAD. Akan tetapi, saya yakin Bapenda Kota Malang akan memiliki strategi khusus supaya PAD kita tidak turun,” jelasnya.

baca juga: Wali Kota Malang: Warung Makan Buka Malam Hari Belum Pasti Dikenai Pajak

Pria yang juga Wakil Ketua Fraksi PKS itu menuturkan, evaluasi akan dilakukan secara berkala meski sudah ada perubahan batas omzet yang dikenai pajak. Evaluasi akan dilakukan berdasarkan pemantauan pelaksanaan kebijakan di lapangan.

“Saya rasa Pak Wali beserta jajarannya yang akan memantau itu. Kami dari legislatif akan memberikan masukan untuk kejadian yang ada di lapangan,” pungkasnya. (bas/rhd)

Pos terkait