Diskominfo Nganjuk Enggan Umumkan Anggaran Iklan 2025, FAAM Nilai Ciderai Keterbukaan

Diskominfo Nganjuk Enggan Umumkan Anggaran Iklan 2025, FAAM Nilai Ciderai Keterbukaan
Kantor Diskominfo Nganjuk. (foto:ist)

Nganjuk, SERU.co.id – Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Nganjuk menjadi sorotan publik setelah enggan mengungkap besaran anggaran belanja jasa iklan/reklame, film, dan pemotretan untuk tahun anggaran 2025.

Padahal, informasi terkait penggunaan anggaran publik tersebut secara jelas masuk dalam kategori informasi yang wajib diumumkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Statistik dan Pengelolaan Informasi Publik Diskominfo Nganjuk, Hari Purwanto, menyebut bahwa informasi tersebut hanya bisa diakses melalui mekanisme resmi permohonan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Ia juga menyampaikan bahwa pemohon harus menyertakan identitas diri serta maksud dan tujuan permintaan informasi.

“Permohonan harus melampirkan identitas. Jika atas nama pribadi, wajib menyertakan KTP. Jika mewakili lembaga, harus menyertakan akta pendirian yang disahkan Kementerian Hukum dan HAM. Selain itu, harus mencantumkan tujuan dari permohonan informasi,” ujar Hari melalui pesan WhatsApp, Rabu (22/5/2025).

Namun saat ditanya apakah mekanisme tersebut juga berlaku bagi jurnalis yang hendak mengakses informasi untuk kepentingan pemberitaan publik, Hari memilih bungkam dan tidak memberikan tanggapan.

Sikap tertutup Diskominfo tersebut memicu reaksi keras dari sejumlah pihak. Forum Anti Korupsi dan Advokasi Anggaran Masyarakat (FAAM) Nganjuk dan aktivis transparansi anggaran, Achmad Ulinuha, menilai langkah tersebut mencederai semangat keterbukaan dan akuntabilitas publik.

“Anggaran pemerintah, apalagi untuk keperluan publik seperti jasa iklan, wajib diumumkan secara terbuka. Diskominfo semestinya menjadi garda depan keterbukaan informasi, bukan malah menghalanginya,” ujar Ulinuha tegas.

Ia menilai, penolakan untuk membuka data anggaran justru bisa menimbulkan kecurigaan publik atas kemungkinan adanya praktik penyimpangan.

“Kalau memang tidak ada yang disembunyikan, kenapa harus tertutup? Ini bukan uang pribadi pejabat, ini uang rakyat. Setiap rupiah harus bisa diawasi,” lanjutnya.

Ulinuha juga menegaskan bahwa informasi anggaran belanja iklan tidak termasuk kategori strategis atau rahasia negara, sehingga tidak selayaknya dipersulit aksesnya.

“Prosedur yang berbelit hanya akan mempersulit partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Ini kontraproduktif dengan semangat demokrasi dan transparansi,” tutupnya.

Desakan publik agar Diskominfo Nganjuk membuka secara terbuka rincian anggaran terus menguat. Dalam era digital dan keterbukaan informasi seperti saat ini, transparansi bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban.

Dengan sikap tertutup seperti ini, Diskominfo Nganjuk justru berisiko kehilangan kepercayaan publik dan menimbulkan preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan yang seharusnya bersih, transparan, dan akuntabel. (mif/ono)

Pos terkait