Bantah Pengakuan AMS Soal Restu Penahanan Ijazah, Disnaker-PMPTSP Kota Malang Buka Suara

Bantah Pengakuan AMS Soal Restu Penahanan Ijazah, Disnaker-PMPTSP Kota Malang Buka Suara
Disnaker-PMPTSP Kota Malang menyatakan, akan mediasi pihak AMS dan kuasa hukum para karyawan, terkait penahanan ijazah. (ws13)

Malang, SERU.co.id – Disnaker-PMPTSP Kota Malang buka suara terkait kasus penahanan ijazah yang dilakukan oleh Amul Massage Syariah (AMS). Hal itu sebagai penegasan bahwasannya penahanan ijazah tidak dibenarkan secara regulasi. Sekaligus bantahan atas restu penahanan ijazah dari Disnaker-PMPTSP yang diklaim oleh pihak AMS.

Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan mengungkapkan, pihak AMS belum mendatangi pihaknya ketika dikonfirmasi terkait klaim AMS. Informasi terkait kasus penahanan ijazah diketahui dari kuasa hukum para eks karyawan.

Bacaan Lainnya

“Belum ada pihak AMS yang datang (konsultasi) ke kantor kami. Pemberitahuan masuk itu dari pengacara, Pak Gunadi Handoko,” seru Arif, Jumat (1/5/2025).

Pihaknya kemudian memberikan anjuran untuk dilaksanakan penyelesaian secara bipartit. Artinya, persoalan diselesaikan antara pengusaha dan pengacara sebagai perwakilan dari pekerja.

Usai mendengar adanya permasalahan dari pihak kuasa hukum, Disnaker-PMPTSP Kota Malang menggali informasi dari pemilik AMS. Arif menuturkan, pengakuan penahanan ijazah dari pemilik AMS, dikarenakan kejadian pekerja mengambil dari uang customer.

“Pengusahanya ini kemudian melakukan penahanan ijazah sampai kewajiban pekerjaannya selesai. Tapi kami tidak bisa semata-mata percaya, makanya kami akan pertemukan antara pihak pengusaha dan pengacara, sehingga ada jalan terbaik,” ungkapnya.

Baca juga: Pemkot Malang Optimis Capai Target Investasi Masuk, Kuncinya Sinergi Pengusaha dan Pekerja

Arif menjelaskan, penahanan ijazah tidak dibenarkan oleh regulasi yang berlaku. Namun realitasnya, masih ada pelaku usaha yang melakukan penahanan ijazah dengan berbagai dalih.

“Kalau secara aturan tidak dibenarkan penahanan ijazah. Tapi kenyataannya sudah terjadi seperti itu,” ujarnya.

Larangan penahanan ijazah telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. Pasal 42 secara tegas menyatakan, pengusaha dilarang menahan atau menyimpan dokumen asli yang sifatnya melekat pada pekerja sebagai jaminan.

Arif berharap, tidak terjadi lagi kasus penahanan ijazah bagi Pekerja Waktu Tertentu (PWT) dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Maupun bagi Pekerja Waktu Tidak Tertentu (PWTT) dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

“Harapan kami ke depan, tidak ada lagi penahanan ijazah dalam rangka melengkapi perjanjian kerja. Sehingga hak dan kewajiban sehari-harinya terlaksana, karena di proposal sudah ada perjanjian perusahaan yang harus dihormati antara pengusaha dan pekerja,” pungkasnya.

Terkait kasus penahan ijazah yang sedang bergulir, pihak pengelola AMS, Anidatul Fitriani sebelumnya telah buka suara. Fitri, panggilannya, mengatakan, penahanan ijazah merupakan jaminan kerja yang sudah disampaikan saat tahap interview dan tes teknik.

“Jika pelamar dipanggil, diterima, dan bersedia tanda tangan kontrak, artinya mereka menyetujui aturan tersebut. Di kontrak kerja juga tertulis ijasah bisa keluar kalau tidak bawa uang setoran dari customer dan sudah mengembalikan semua inventaris yang diberikan kantor,” bebernya.

Baca juga: Pemerintah Kabupaten Jember Siap Berkolaborasi dengan ASPPI

Fitri melanjutkan, banyak karyawan keluar belum selesai masa kontrak atau sudah selesai kontrak. Sebelumnya juga sudah dijelaskan terkait adanya penalti bagi karyawan yang keluar sebelum masa kontrak berakhir.

“Penalti ini sudah dijelaskan berapa hitungannya. Terus apa-apa saja yang kena penalti dan besaran penalti bisa berbeda-beda setiap kontrak,” imbuhnya.

Terkiat izin penahanan ijazah, Fitri mengaku, pihaknya telah mendapat restu dari dinas terkait. Hal itu dikatakan Fitri berdasarkan keterangan dari pimpinan Amul Massage Syariah.

“Kontrak kami sudah dikonsultasikan ke Disnaker juga. Kata pimpinan saya seperti itu, dan katanya dari Disnaker tidak apa-apa,” tutupnya.

Sementara itu, salah satu mantan karyawan AMS, Putri (nama samaran) menceritakan kisah pilunya pasca resign dari AMS. Ia dimintai membayar denda untuk menebus ijazah yang ditahan.

“Saya itu keluarnya sesuai kontrak. Tapi kenapa sekarang malah ada klausul-klausul aneh yang diberlakukan ke saya?” ucapnya.

Ironisnya, klausul yang dijadikan dasar penahanan ijazah dan denda itu adalah larangan kepada dirinya untuk bekerja sebagai terapis selama setahun ke depan. Apabila melanggar, diancam denda 12 kali gaji pokok yang mestinya berlaku jika karyawan mengundurkan diri sebelum kontrak berakhir.

“Saya dikasih dua pilihan, mau jaminan uang Rp9.600.000, atau ijazah. Lha saya nggak punya uang segitu,” tandasnya. (ws13/rhd)

Pos terkait