Malang, SERU.co.id – Perayaan Festival Songkran Thailand di SaigonSan Restaurant Hotel Tugu Malang berlangsung seru mengajak para tamu merasakan makan malam dengan suguhan visual art. Mengusung tema ‘Taste of Songkran: Refresh, Feast & Celebrate!’ menggabungkan dinner, splash water dan immersive live painting visual art by Syntetika.
Sales and Marketing Manager Hotel Tugu Malang, Ika Devi Saraswati mengatakan, pihaknya sengaja mengusung kemeriahan Songkran. Dimana perayaan Tahun Baru Thailand identik dengan splash water (bermain semprot air) sebagai simbol penyucian diri.
“Siang hari kami ajak tamu bermain splash water, karena di Thailand sana identik dengan main air sebagai penyucian diri. Malam harinya, tamu kami suguhkan makan malam dengan immersive live painting visual art by Syntetika. Dengan menggunakan teknologi visual art dengan patung dan ornamen bangunan sebagai media kanvas sinar lasernya,” seru Saras, sapaannya kepada SERU.co.id, Minggu (13/4/2025) malam.
Disebutkannya, Festival Songkran adalah perayaan Tahun Baru tradisional Thailand yang dirayakan setiap bulan April selama 3 sampai 5 hari saja. Namun di SaigonSan Restaurant Hotel Tugu Malang akan berlangsung mulai 10 hingga 30 April 2025.
Perayaan Songkran memiliki makna mendalam sebagai momen pembaharuan diri, penghormatan kepada leluhur, serta menjadi daya tarik wisata populer di Thailand. Selain itu, festival ini juga diwarnai dengan perayaan jalanan meriah, dimana orang-orang saling menyiram air menggunakan ember, selang, atau senapan air.
“Royal Angkor Hotel Tugu disulap dengan dekorasi berwarna-warni dari visual art, pengalaman imersif, dan sesi live painting yang menangkap esensi Songkran. Ruang ini dipenuhi dengan warna cerah dan energi perayaan budaya yang belum pernah ada di Malang,” imbuh Saras, didampingi Media Relation Hotel Tugu Malang, Budi Sesario.
Meski baru kali pertama, konsep yang menyatukan perpaduan teknologi dan budaya tradisional ini cukup dikemas secara apik. Terbukti para tamu terkesima dengan pertunjukan yang mengangkat konsep video mapping menggambarkan simbol romantisme sejarah persahabatan Indonesia-Kamboja, yakni Songkran.
“Karena responnya sangat luar biasa, para tamu memberikan applaus dan terkesima dengan konsep ini. Nantinya, kami akan coba konsep momen lain yang tetap menggabungkan konsep tradisi, teknologi dan dining,” ucap Saras.
Saras juga mengajak masyarakat dalam #SongkranChallenge di media sosial dengan membagikan momen kreatif Songkran melalui Instagram dan menandai akun SaigonSan Garden & Café. Tiga postingan terbaik dengan konten paling menarik akan memenangkan voucher makan malam romantis untuk dua orang.
Sebagai informasi, Festival Songkran merupakan sejarah persahabatan Indonesia-Kamboja di masa lalu oleh Raja Jayawarman II dan Raja Suryawarman II. Diilhami oleh legenda seorang pangeran muda yang dalam tapanya mengharapkan seorang penari Apsara yang cantik jelita sebagai pendamping hidupnya.
Dewa menitahkan seorang Dewi Apsara, dewi paling cantik dari Kahyangan untuk menari dan menggoyahkan keteguhan hati sang pangeran. Di bawah bayang-bayang bulan purnama selama tiga bulan purnama.
Hingga akhirnya pada malam purnama terakhir, Dewi Apsara justru mengambil keputusan untuk tetap tinggal di bumi. Untuk mendampingi sang pangeran, meski dia sadar tidak dapat kembali lagi ke Kahyangan.
Digital Artist, Danar Tri Yudistira dan Visual Artist, Erfansyah Anandata dari Syntetika, mengaku baru pertama kali mengusung konsep immersive live painting visual art pada kanvas patung dan ornamen bangunan. Meski konsep dasarnya video mapping, namun dalam pelaksanaannya live painting visual art disajikan langsung tanpa menggunakan ukuran presisi.
“Apa yang kami sajikan menggunakan teknologi immersive live dengan bercerita melalui visual dan audio tentang Songkran Festival. Menggambarkan Dewi Apsara turun ke bumi dan akhirnya menikah dengan pangeran muda. Kami sajikan dengan mengarahkan proyektor langsung ke patung-patung dan relief bangunan sebagai media kanvas tanpa skala presisi,” ucap Danar.
Harapannya, immersive live painting visual art lewat media lighting dan building sebagai kanvas yang dapat terus berkembang. Tak hanya sebagai pertunjukan seni, namun juga menyuarakan isu-isu social public yang sedang berkembang.
“Secara umum, pertunjukan ini pengembangan video mapping, namun building diolah sebagai ruang medium baru tanpa skala presisi gedung. Sehingga kemasannya menjadi hal baru dimana building sebagai kanvas secara lebih luas dengan media proyektor. Bukan lagi street art grafitti yang terkesan vandalisme, namun immersive live painting visual art dengan lighting,” timpal Erfansyah Anandata.
Menurutnya, dengan teknik tersebut, pertunjukan lebih hidup dengan menembus batasan video mapping dan skala presisi. Disisi lain, pengerjaan materi tidak membutuhkan waktu lama hanya untuk menyamakan skala presisi kanvas building.
“Sebagai seniman, batasan-batasan video mapping dan street art mampu kami tembus menjadi kepuasan tersendiri, seperti halnya respons positif penonton,” tandas Erfan, sembari menambahkan rencana eksplorasi candi-candi di Indonesia. (rhd)