Jakarta, SERU.co.id – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, resmi memberlakukan kebijakan tarif impor baru sejak Rabu (2/4/2025). Tarif tersebut dikenakan kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia, dengan besaran mencapai 32 persen. Merespons kebijakan ini, berbagai usulan muncul, mulai dari terisinya pos duta besar (Dubes) Indonesia untuk AS hingga upaya berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari).
Gedung Putih mengungkapkan, negara seperti Rusia, Belarus, Kuba dan Korea Utara tak terdampak kebijakan ini. Alasannya, khusus Rusia, sanksi ekonomi akibat invasi ke Ukraina telah membuat perdagangan dengan AS hampir nihil. Sementara itu, Kanada dan Meksiko juga tak masuk daftar karena lebih dahulu dikenai tarif tambahan 25 persen.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mendesak pemerintah segera mengisi kekosongan posisi duta besar Indonesia untuk AS. Dimana sudah hampir dua tahun tak terisi sejak Rosan Roeslani dilantik menjadi Wakil Menteri BUMN pada Juli 2023.
“Kita butuh sosok yang paham diplomasi ekonomi dan piawai dalam lobi dagang. Ini bukan posisi simbolik, ini garda depan pertahanan perdagangan Indonesia,” seru Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef.
Dampak lanjutan dari kebijakan tarif ini pun mulai terasa di dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menyampaikan, kekhawatirannya atas kemungkinan serbuan barang-barang tekstil dari negara seperti China, India, Vietnam, hingga Bangladesh dan Myanmar. Negara-negara produsen tersebut diprediksi akan mencari pasar baru, dan Indonesia berpotensi menjadi pelampiasan ekspor mereka.
Baca juga: Trump Umumkan Tarif Timbal Balik sebagai Pembalasan dalam Perdagangan Internasional
“Kebijakan persetujuan teknis dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) penting untuk melindungi industri dalam negeri. Indonesia juga tetap berpeluang tetap mengekspor ke AS dengan tarif rendah melalui pemanfaatan minimal 20 persen bahan baku dari AS. Seperti kapas yang diolah secara domestik,” ungkapnya.
Merespons kondisi ini, Presiden Prabowo Subianto menyatakan, Indonesia harus memperkuat kemandirian ekonomi. Ia menyebut, kebijakan tarif AS sebagai sinyal Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri.
“Ini sudah saya bicarakan bertahun-tahun. Karena itu kita sekarang punya Danantara,” ujar Prabowo.
Baca juga: KBRI Phnom Penh Catat 3.310 Kasus WNI di Kamboja, Mayoritas Terjerat Penipuan Online
Prabowo menegaskan, pentingnya feasibility study menyeluruh untuk memastikan proyek-proyek Danantara memberikan added value dan dampak signifikan. Ia juga menekankan, pentingnya investasi berkelanjutan dan menguntungkan rakyat.
Meski menegaskan sikap berdikari, Prabowo tetap membuka ruang diplomasi. Ia menyatakan, siap melakukan negosiasi dengan pemerintahan Trump demi melindungi sektor ekspor padat karya Indonesia. Seperti industri tekstil dan alas kaki, yang kini terancam lesu akibat kebijakan tarif baru ini. (aan/mzm)