Tom Lembong Lega dengan Kesaksian Enam Saksi di Sidang Korupsi Impor Gula

Tom Lembong Lega dengan Kesaksian Enam Saksi di Sidang Korupsi Impor Gula
Tom Lembong saat sidang korupsi impor gula. (ist)

Jakarta, SERU.co.id Persidangan kasus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) memasuki babak baru. Alih-alih memperkuat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), kesaksian enam saksi yang dihadirkan justru berpotensi menguntungkan Tom. Tom mengaku semakin lega dengan kesaksian para saksi.

Dalam sidang yang berlangsung, pada Kamis (20/3/2025) dan Senin (24/3/2025), saksi dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian mengungkap fakta, kebijakan impor gula di era Tom Lembong tidak merugikan petani dan dilakukan sesuai prosedur.

Bacaan Lainnya

“Saya semakin lega karena kebenaran semakin terungkap,” seru Tom.

Salah satu saksi, Robert J Bintaryo membenarkan, petani tebu saat itu lebih memilih menjual hasil panennya langsung ke pasar dengan harga di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp8.900 per kilogram.

“Berarti petani puas dengan harga yang mereka peroleh di pasaran, sehingga mereka tidak perlu menjual ke PPI? Jadi, PPI tidak perlu menjalankan fungsi sebagai penjamin harga?,” tanya Tom.

“Iya, benar,” jawab Robert.

Baca juga: Tom Lembong Didakwa Rugikan Negara Rp578 Miliar dalam Skandal Impor Gula

Pernyataan ini berkontradiksi dengan tuduhan JPU bahwa impor gula dilakukan saat panen dan merugikan petani. Tom menegaskan, jika petani secara sukarela menjual dengan harga lebih tinggi, maka tidak ada dasar untuk menuduhnya melanggar UU Perlindungan Petani.

Fakta lain yang terungkap dalam persidangan adalah kebijakan impor gula tidak hanya terjadi di era Tom Lembong. Saksi Susy mengungkapkan, penerus Tom, Enggartiasto Lukita, justru melakukan impor tanpa melalui mekanisme Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). Padahal seharusnya menjadi prosedur standar antar-kementerian.

Menurut Susy, kebijakan impor di era Enggartiasto terjadi atas perintah pimpinan dan dilakukan tanpa melalui prosedur formal. Bahkan, Direktur Impor Kementerian Perdagangan kala itu menginstruksikan agar persetujuan impor tetap diproses. Dengan alasan sebagai diskresi dan kewenangan penuh menteri.

“Jadi, keputusan impor tidak melalui Rakortas, tetapi tetap diproses atas perintah langsung menteri?,” tanya kuasa hukum Tom.

Baca juga: Tiga Bulan Ditahan, Tom Lembong Kecewa Lambannya Proses Hukum

“Pada saat itu, seperti itu,” jawab Susy.

Saksi lain, Eko membenarkan, kebijakan importasi gula oleh Tom telah melalui jalur resmi. Bahkan mendapatkan tembusan kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait.

Dalam sidang, Tom mempertanyakan apakah semua kebijakan impor gula telah diinformasikan ke eselon 1 kementerian lain dan bahkan Presiden.

“Ada tembusan ke Presiden, Kapolri, KSAD?,” tanya Tom.

“Iya,” jawab Eko.

Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. JPU menilai kebijakan impor gula di era Tom menyebabkan kerugian negara Rp578 miliar. (aan/mzm)

Pos terkait